Silahkan Klik

Sabtu, 10 Maret 2012

Belajar Pembelajaran


2.1    Pengertian Belajar dan Pembelajaran
Belajar Merupakan Tindakan dan Perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadi atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi karena siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa adalah keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia atau hal-hal yang akan dijadikan bahan belajar.

Belajar adalah proses mencari, memahami, menganalisis suatu keadaan sehingga terjadi perubahan perilaku, dan perubahan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai hasil belajar jika disebabkan oleh karena pertumbuhan atau keadaan sementara. (Syaifuddin Iskandar : 2008 : 1)

Sedangkan  pembelajaran/ instruksional adalah usaha mengorganisasikan lingkungan belajar sehingga memungkinkan siswa melakukan kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan menggunakan berbagai media dan sumber belajar tertentu yang akan mendukung pembelajaran itu nantinya.

2.2    Prinsip Belajar dan Pembelajaran
Ada banyak sekali teori dan prinsip belajar yang dikemukakan oleh para ahli yang satu dengan yang  lain memiliki persamaan dan juga perbedaan. Dari berbagai prinsip belajar tersebut terdapat prinsip yang relatif berlaku umum yang dapat kita pakai sebagai dasar dalam upaya pembelajaran, baik bagi siswa yang perlu meningkatkan upaya belajarnya maupun bagi guru dalam upaya meningkatkan cara mengajarnya. Adapun prinsip-prinsip Belajar dan Pembelajaran yaitu :


1.      Perhatian dan Motivasi
Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar (Gage dan Barliner, 1984 : 335). Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya.
Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar mengajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada mobil (Gage dan Barliner, 1984 : 372).
“Motivation is the concept we use when describe the force action on or within organism to initiate and direct behavior””. Demikian menurut H.L Petri (Petri, Herbert L, 1983:3). Motivasi dapat merupakan tujuan dan alat dalam pembelajaran. Sebagai tujuan, motivasi merupakan salah satu tujuan dalam mengajar. Guru berharap bahwa siswa tertarik dalam kegiatan intelektual dan estetik sampai kegiatan belajar berakhir. Sebagai alat, motivasi merupakan salah satu faktor seperti halnya intelegensi dan hasil belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar siswa dalam bidang pengetahuan, nilai-nilai dan keterampian.
Motivasi dapat bersifat internal, artinya datang dari dirinya sendiri, dapat juga bersifat eksternal yakni datang dari orang lain, dari guru, orang tua, teman dan sebaginya. Motivasi juga dibedakan atas motif intrinsik dan motif ekstrinsik. Motif intrinsik adalah tenaga pendorong yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Sebagai contoh, seorang siswa yang dengan sungguh-sungguh mempelajari mata pelajaran di sekolah karena ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya. Sedangkan Motif ekstrinsik adalah tenaga pendorong yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya tetapi menjadi penyertanya, sebagai contoh, siswa belajar dengan sungguh-sungguh bukan disebabkan ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya tetapi didorong oleh keinginan naik kelas atau mendapatkan ijazah. Naik kelas dan mendapatkan ijazah adalah penyerta dari keberhasilan belajar.

2.    Keaktifan
Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak sekedar menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi. Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu untuk mencari, menemukan, dan menggunakan pengetahuan yang diperolehnya. Dalam proses belajar mengajar anak mampu mengidentifikasi, merumuskan masalah, mencari dan menemukan fakta, menganalisis, menafsirkan dan menarik kesimpulan.
Thorndike mengemukakan keaktifan siswa dalam belajar dengan hukum “Law of exercise”-nya yang menyatakan bahwa belajar memerlukan adanya latihan-latihan. Dalam setiap proses belajar, siswa selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan itu beraneka ragam, mulai dari kegiatan fisik yang mudah kita amati sampai pada kegiatan psikis yang susah untuk kita amati. Kegiatan fisik dapat berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya. Contoh kegiatan psikis misalnya menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan maslaah yang dihadapi, membandingkan satu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan, dan kegiatan psikis yang lain.

3.    Keterlibatan Langsung / Berpengalaman
Dalam Belajar yang menggunakan pengalaman langsung, siswa tidak sekedar mengamati secara langsung tetapi ia juga harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap hasilnya.
Pentingnya keterlibatan langsung dalam belajar dikemukakan oleh Jhon Dewey dengan “Learning by doing”. Belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung. Belajar harus dilakukan oleh siswa secara aktif, baik individual maupun kelompok, dengan cara memecahkan masalah (problem solving). Guru kapasitasnya hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator.
Keterlibatan siswa di dalam belajar jangan diartikan sebagai keterlibatan fisik semata, namun lebih dari itu terutama adalah keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan juga pada saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan.

4.    Pengulangan
Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan barang kali yang paling tua adalah yang dikemukakan oleh teori Psikologi Daya. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya pengamat, menanggap, mengingat, menghayal, merasakan, berfikir dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang. Seperti halnya pisau yang selalu diasah akan menjadi tajam, maka daya-daya yang dilatih dengan mengadakan pengulangan-pengulangan akan menjadi sempurna.

5.    Tantangan
Dari teori Medan yang dikemukakan oleh Kurt Lwewin, bahwa siswa dalam situasi belajar berada dalam suatu medan atau lapangan psikologis. Dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan yaitu mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan tersebut dengan mempelajari bahan belajar tersebut.apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan masuk dalam medan baru dan tujuan yang baru pula, demikian seterusnya.
Agar anak timbul motif yang kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik, maka bahan belajar haruslah menantang. Tantangan yang dihadapi oleh siswa dalam bahan belajar membuat siswa bergairah untuk mengatasinya. Bahan belajar yang baru, yang banyak mengandung maslaah yang perlu dipecahkan membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya. Pelajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk menemukan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi akan menyebabkan siswa berusaha mencari dan menemukan konsep-konsep dan generalisasi tersebut.
Penggunaan metode eksperimen, inquiry, discovery juga memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar secara lebih giat dan sungguh-sungguh. Penguatan positif maupun negatif juga akan menantang siswa dan menimbulkan motif untuk memperoleh ganjaran atau terhindar dari hukum yang tidak menyenangkan.

6.    Umpan Balik dan Penguatan
Prinsip belajar yang berkaitan dengan umpan bailk dan penguatan terutama ditekankan oleh teori belajar Operant Conditionong dari B.F. Skinner. Kalau pada teori Conditionong yang diberikan kondisi adalah stimulusnya, maka pada Operant Conditioning yang diperkuat adalah responsnya. Siswa akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Hasil, apalagi hasil yang baik, akan merupakan umpan balik  yang menyenangkan dan berpengaruh baik untuk usaha belajar selanjutnya. Namun dorongan belajar itu menurut B.F. Skinner tidak saja oleh penguatan yang menyenangkan tetapi juga yang tidak menyenangkan. Atau dengan kata lain penguatan positif ataupun negatif dapat memperkuat belajar (Gage dan Barliner, 1984:272).Sebagai contoh siswa yang belajar dengan sungguh-sungguh dan mendapatkan nilai yang baik dalam ulangan, maka nilai yang baik akan mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi. Sebaliknya, anak yang mendapatkan nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas. Karena takut tidak naik kelas, maka anak tersebut terdorong untuk belajar lebih giat lagi. Dalam hal ini nilai buruk dan rasa takut akan mendorong anak tersebut untuk belajar lebih giat. Inilah yang disebut dengan penguatan negatif dan di sini siswa mencoba untuk menghindar dari peristiwa yang tidak menyenangkan. Format sajian dapat berupa tagnya jawab, diskusi, eksperimen, metode penemuan, dan sebagainya merupakan cara belajar terjadinya umpan balik dan penguatan.

7.    Perbedaan Individual
Siswa merupakan individual yang unik artinya tidak ada dua orang yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya. Perbedaan itu terdapat pada karakteristik psikis, kepribadian, dan sifat-sifatnya.
Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Karenanya, perbedaan individu perlu diperhatikan oleh guru dalam upaya pembelajaran. Sistem pendidikan klasikal yang dilakukan di sekolah kita kurang memperhatikan masalah perbedaan individu. Umumnya proses pembelajaran di kelas dengan melihat siswa sebagai individu dengan kemampuan yang rata-rata, kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya.
Pembelajaran yang klasikal yang mengabaikan perbedaan individu dapat diperbaiki dengan berbagai cara. Antara lain dengan penggunaan metode atau strategi belajar mengajar yang bervariasi sehingga perbedaan kemampuan siswa dapat terlayani. Juga penggunaan media instruksional akan membantu melayani perbedaan-perbedaan siswa dalam cara belajar. Usaha lain untuk memperbaiki pembelajaran klasikal adalah dengan memberikan tambahan pelajaran atau pengayaan pelajaran bagi siswa yang pandai, dan memberikan bimbingan belajar bagi anak-anak yang kurang. Disamping itu dalam memberikan tugas-tugas hendaknya disesuaikan dengan minat dan kemampuan siswa, sehingga bagi siswa yang pandai, sedang, maupun kurang akan merasakan berhasil dalam di dalam pembelajaran.







2.3 Contoh Masalah Belajar Dalam Prinsip Keaktifan
Masalah pembelajaran salah satunya adalah intensitas partisipasi siswa yang rendah dalam proses pembelajaran, dominasi siswa tertentu dalam proses pembelajaran, siswa kurang tertarik dengan cara guru menyampaikan materi (metode tidak bervariasi) sehingga siswa hanya berperan sebagai objek dalam kegiatan pembelajaran, sebagian besar siswa kurang termotivasi untuk belajar sehingga siswa sulit memahami materi pelajaran.
Dari proses pembelajaran dan pengalaman mengajar yang telah dilakukan guru, dapat diketahui karakter siswa pada umumnya dalam pembelajaran yaitu siswa cenderung pasif pada proses pembelajaran sehingga siswa sulit memahami materi pelajaran yang telah disampaikan oleh guru. Hal ini terbukti dengan rendahnya hasil belajar yang dicapai siswa. Berdasarkan kondisi tersebut, maka guru hendaknya menggunakan salah satu aplikasi model pembelajaran untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Pendekatan pembelajaran yang tepat harus segera digunakan karena dalam proses pembelajarannya semua siswa dituntut untuk berperan aktif dan diharapkan siswa yang biasanya bersikap pasif dalam kegiatan belajar menjadi lebih aktif. Keaktifan siswa dengan menggunakan metode pendekatan pembelajaran dapat dilihat pada saat siswa membaca, berdiskusi dan menjawab pertanyaan secara lisan sehingga dapat melatih keberanian berbicara dimuka umum dan menumbuhkan rasa percaya diri dalam dirinya.








Dari penjelasan masalah belajar diatas, maka diasumsikan penyebab masalah pada (tabel 2.1).
Tabel 2.1 Asumsi Penyebab Masalah
No
Faktor
Penyebab Masalah
1
Siswa
a.       pasif dalam menerima informasi maupun dalam proses pembelajaran
b.      sulit mengutarakan ide atau gagasan
c.       kurang berani dalam bertanya maupun menjawab pertanyaan yang diberikan guru
d.       menganggap mata pelajaran biologi sebagai ilmu yang penuh hafalan
2
Guru
a.       penyampaian materi cenderung monoton (metode tidak bervariasi)
b.      kurang memotivasi siswa untuk menyampaikan pendapat atau untuk berperan aktif dalam pembelajaran
3
Proses Pembelajaran
a.       cenderung satu arah dan tidak demokratis
b.      pembelajaran masih berpusat pada guru (keaktifan didominasi guru)
4
Lain-lain
a.       sarana dan prasarana masih kurang
b.      kurangnya perhatian orang tua terhadap kegiatan belajar anak di rumah

            Berbagai kemungkinan penyebab masalah yang dijelaskan diatas kemudian dianalisis bahwa penyebab masalah yang paling dominan adalah pembelajaran yang cenderung satu arah yaitu berpusat pada guru dalam proses pembelajaran sehingga keaktifan hanya pada guru tidak pada siswa.


2.4 Pendekatan dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament)
Berdasarkan pada penyebab masalah yang telah ditemui, tindakan solusi masalah dengan aplikasi model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams-Games-Tournament). Tindakan pembelajaran dengan metode TGT akan diaplikasikan pada siswa  yang akan dikembangkan pada setiap siklus tindakan melalui perencanaan. Dengan mengaplikasikan metode TGT dalam pembelajaran, diharapkan dapat mengubah pembelajaran yang semula siswa hanya pasif menjadi lebih aktif. Pembelajaran TGT yang dimaksud dalam penelitian adalah cara mengajar di mana siswa dituntut untuk aktif dalam mengemukakan pikirannya dan guru aktif dalam membimbing siswa sehingga siswa dilibatkan dalam kegiatan belajar. Dengan pembelajaran TGT diharapkan motivasi dan hasil belajar siswa meningkat.
Alasan menggunakan metode TGT karena dalam proses pembelajarannya semua siswa berperan aktif dan diharapkan siswa yang biasanya bersikap pasif dalam kegiatan belajar menjadi lebih aktif. Keaktifan siswa dengan menggunakan metode ini dapat dilihat pada saat siswa membaca, berdiskusi dan menjawab pertanyaan secara lisan pada saat pelaksanaan game/turnamen berlangsung sehingga dapat melatih keberanian berbicara dimuka umum dan menumbuhkan.
2.4.1    Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament)
TGT (Teams Games Tournaments) pada mulanya dikembangkan oleh David DeVries dan Keith Edwards. Dalam TGT, para siswa dikelompokkan dalam tim belajar yang terdiri atas empat orang yang heterogen. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran (Slavi, 2008). Secara umum, pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki prosedur belajar yang terdiri atas siklus regular dari aktivitas pembelajaran kooperatif. Games Tournament dimasukkan sebagai tahapan review setelah setelah siswa bekerja dalam tim. Adapun  beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli antara lain:
1.            TGT (Teams Games Tournament) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok - kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda (http://s1pgsd.blogspot.com/2010/04/model-pembelajaran-kooperatif-tipe tgt.html, diakses tanggal 5 Januari 2012).
2.            Menurut Saco (2006), dalam TGT (Teams Games Tournament) siswa memainkan permainan-permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing. Permainan dapat disusun guru dalam bentuk kuis berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran. Kadang-kadang dapat juga diselingi dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kelompok atau identitas kelompok mereka
3.            TGT (Teams Games Tournament) merupakan pembelajaran dimana siswa memainkan pengacakan kartu dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh poin pada skor tim mereka. Permainan ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka. Pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud adalah pertanyaan-pertanyan yang relevan dengan materi pelajaran yang dirancang untuk mengetes kemampuan siswa dari penyampaian pelajaran kepada siswa di kelas. Setiap wakil kelompok akan mengambil sebuah kartu yang diberi angka dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai tersebut. Permainan ini dimainkan pada meja-meja turnamen.

Jadi Pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah salah satu metode pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar. Menurut Robert E. Slavin (2008), pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari 5 komponen utama, yaitu: presentasi di kelas, tim (kelompok), game (permainan), turnamen (pertandingan), dan rekognisi tim (perhargaan kelompok). Prosedur pelaksanaan TGT dimulai dari aktivitas guru dalam menyampaikan pelajaran, kemudian siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran. Selanjutnya diadakan turnamen, di mana siswa memainkan game akademik dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya.

2.4.2    Landasan Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament)
Teori motivasi adalah teori yang mendasari pembelajaran kooperatif, siswa yang bekerja dalam kelompok kooperatif belajar lebih banyak daripada kelas yang diorganisasikan secara tradisional (Slavin, 1995:16). Menurut teori motivasi, motivasi mahasiswa pada pembelajaran kooperatif terutama terletak pada bagaimana bentuk struktur pencapaian saat mahasiswa melaksanakan kegiatan. Terdapat tiga struktur pencapaian tujuan seperti berikut ini:
a.         Kooperatif, setiap upaya berorientasi pada tujuan tiap individu menyumbang pencapaian tujuan individu lain. Mahasiswa yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai jika dan hanya jika mahasiswa lain mencapai tujuan tersebut.
b.         Kompetitif, setiap upaya berorientasi pada tujuan tiap individu membuat frustasi pencapaian tujuan individu lain. Mahasiswa yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai jika dan hanya jika mahasiswa lain tidak mencapai tujuan tersebut.
c.       Individualistik, tujuan tiap individu tidak memiliki konsekuensi terhadap pencapaian tujuan individu lain. Mahasiswa meyakini upaya mereka sendiri untuk mencapai tujuan.
Berdasarkan teori motivasi tersebut, struktur pencapaian tujuan kooperatif menciptakan situasi dimana keberhasilan individu dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang di inginkan pada pembelajaran kooperatif anggota kelompok harus saling membantu satu sama lain untuk keberhasilan kelompoknya dan yang lebih penting adalah memberi dorongan pada anggota lain untuk berusaha mencapai tujuan yang maksimal.
Model pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan pengajaran langsung. Di samping model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang sulit. Para pengembang model ini telah menunjukan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Dalam banyak kasus, norma budaya anak muda sebenarnya tidak menyukai siswa-siswa yang ingin menonjol secara akademis. Robert Slavin dan pakar lain telah berusaha untuk mengubah norma ini melalui penggunaan pembelajaran kooperatif.
Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keunggulan baik pada siswa kelompok bawah maupun siswa kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Siswa sekelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini, siswa sekelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat didalam materi tertentu.
Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat dimana banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain dan di mana masyarakat secara budaya semakin beragam. Sementara itu, banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial. Situasi ini dibuktikan dengan begitu sering pertikaian kecil antara individu menyatakan ketidakpuasan pada saat diminta untuk bekerja dalam situasi kooperatif.
Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, namun siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antara anggota kelompok. Sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antar kelompok selama kegiatan.
Salah satu model pembelajaran kooperatif yaitu model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) yang menggunakan turnamen permainan akademik dalam melaksanakan proses pembelajaran dikelas. Model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) ini menempatkan siswa ke dalam tim-tim heterogen yang terdiri dari empat sampai lima siswa dalam satu tim. Model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) terdiri dari suatu siklus atau sintaks kegiatan pembelajaran yang teratur yang dimulai dari mempresentasikan materi sampai pada penghargaan kepada tim yang mendapat skor istimewa (Nur, Mohamad, 2005:45). Jadi pada intinya landasan pengembangan dari model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) ini adalah pendekatan kooperatif learning yang diterapkan dalam bentuk kerja sama kelompok untuk menumbuhkan motivasi siswa dalam pembelajaran dan dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif serta menyenangkan.

2.4.3 Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament)
Dalam Implementasinya secara teknis Slavin (2008) mengemukakan empat langkah utama dalam pembelajaran dengan teknik TGT yang merupakan siklus regular dari aktivitas pembelajaran, sebagai berikut:
·            Step 1: Pengajaran, pada tahap ini guru menyampaikan materi pelajaran.
·            Step 2: Belajar Tim, para siswa mengerjakan lembar kegiatan dalam tim mereka untuk menguasai materi.
·            Step 3: Turnamen, para siswa memainkan game akademik dalam kemampuan yang homogen, dengan meja turnamen tiga peserta (kompetisi dengan tiga peserta).
·            Step 4: Rekognisi Tim, skor tim dihitung berdasarkan skor turnamen anggota tim, dan tim tersebut akan direkognisi apabila mereka berhasil melampaui kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Sedangkan Pelaksanaan games dalam bentuk turnamen dilakukan dengan prosedur, sebagai berikut:
1.         Guru menentukan nomor urut siswa dan menempatkan siswa pada meja turnamen (3 orang , kemampuan setara). Setiap meja terdapat 1 lembar permainan, 1 lbr jawaban, 1 kotak kartu nomor, 1 lbr skor permainan.
2.         Siswa mencabut kartu untuk menentukan pembaca I (nomor tertinggi) dan yang lain menjadi penantang I dan II.
3.         Pembaca I menggocok kartu dan mengambil kartu yang teratas.
4.         Pembaca I membaca soal sesuai nomor pada kartu dan mencoba menjawabnya. Jika jawaban salah, tidak ada sanksi dan kartu dikembalikan. Jika benar kartu disimpan sebagai bukti skor.
5.         Jika penantang I dan II memiliki jawaban berbeda, mereka dapat mengajukan jawaban secara bergantian.
6.         Jika jawaban penantang salah, dia dikenakan denda mengembalikan kartu jawaban yang benar (jika ada).
7.         Selanjutnya siswa berganti posisi (sesuai urutan) dengan prosedur yang sama.
8.         Setelah selesai, siswa menghitung kartu dan skor mereka dan diakumulasi dengan semua tim.
9.         Penghargaan sertifikat, Tim Super untuk kriteria atas, Tim Sangat Baik (kriteria tengah), Tim Baik (kriteria bawah)
10.     Untuk melanjutkan turnamen, guru dapat melakukan pergeseran tempat siswa berdasarkan prestasi pada meja turnamen.
Jadi adapun sintaks dari model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) adalah sebagai berikut:
a. Penyajian kelas atau presentasi kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung, ceramah, atau diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok.
b. Kelompok (team)
Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
c.                   Permainan (Game)
Permainan atau Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan konten yang dirancang untuk mengetes pengetahuan siswa yang diperoleh dari presentasi kelas dan latihan tim. Permainan dimainkan pada meja-meja yang berisi tiga siswa, tiap-tiap siswa mewakili tim yang berbeda. Kebanyakan permainan hanya berupa pertanyaan-pertanyaan yang diberi nomor dan disajikan pada lembar pertanyaan.  Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
d.                  Turnamen
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah berlatih mengerjakan lembar kerja siswa (LKS). Untuk turnamen pertama guru menetapkan siapa yang akan bertanding pada meja permainan. Menetapkan tiga peringkat atas dalam kinerja pada permainan yang lalu pada meja 1, masing-masing siswa mewakili timnya. Tiga siswa berikutnya pada meja 2 dan seterusnya. Setelah minggu pertama tersebut, siswa dapat berpindah meja tergantung kepada kinerja mereka sendiri pada turnamen pertama. Pemenang pada tiap meja naik ke atas ke meja yang lebih tinggi berikutnya misalnya dari meja 2 ke meja 1, siswa yang memperoleh skor urutan kedua tetap berada di meja yang sama, dan siswa yang mendapat skor paling rendah turun ke meja lebih rendah misalnya dari meja 2 ke meja 3. Dengan cara ini, jika ada siswa yang salah tempat pada awalnya, mereka akhirnya akan bergerak ke atas atau ke bawah sampai mereka berada pada tingkat kinerja yang benar. 
e.                   Penghargaan tim
Setelah selesai tournament sesegera mungkin hitung skor yang diperoleh tim dan siapkan sertifikasi tim atau tulisan hasil tournament untuk diumumkan pada papan buletin. Untuk melakukan ini pertama kali periksalah poin tournament pada lembar skor permainan. Langkah berikutnya pindahkan tiap poin tournament siswa ke lembar rangkuman tim untuk timnya, jumlahkan seluruh skor anggota tim dan bagikan dengan banyaknya anggota tim yang ikut pertandingan. Guru dapat memberikan sertifikat yang memenuhi kreteria tim hebat atau tim super. Tim dengan kreteria baik, cukup diberikan ucapan selamat.



Tabel 2.2 Perhitungan Poin Permainan Untuk Empat Pemain
Pemain dengan
Poin bila jumlah kartu yang diperoleh
Top Scorer
40
High Middle Scorer
30
Low Middle Scorer
20
Low Scorer
10


Pemain dengan
Poin bila jumlah kartu yang diperoleh
Top Scorer
60
Middle Scorer
40
Low Scorer
20
Tabel 2.3 Perhitungan Poin Permainan Untuk Tiga Pemain



 (Sumber: Slavin, 1995:90)
Dengan keterangan sebagai berikut: Top Scorer (skor tertinggi), High Middle scorer (skortinggi), Low Middle Scorer (skor rendah), Low Scorer (skor terendah), (skor sedang).
Dengan demikian prosedur pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah sebagai berikut:
a.                   Guru menyajikan materi, dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing-masing. Dalam kerja kelompok guru memberikan LKS kepada setiap kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggungjawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru. Hal ini akan menyebabkan tumbuhnya rasa kesadaran pada diri siswa bahwa belajar secara kooperatif itu menyenangkan.
b.                  Untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai pelajaran, maka seluruh siswa akan diberikan permainan akademik. Dalam permainan akademik siswa akan dibagi dalam meja-meja turnamen, dimana setiap meja turnamen terdiri dari 5 sampai 6 orang yang merupakan wakil dari kelompoknya masing-masing.
c.                   Dalam setiap meja permainan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari kelompok yang sama. Siswa dikelompokkan dalam satu meja turnamen secara homogen dari segi kemampuan akademik, artinya dalam satu meja turnamen kemampuan setiap peserta diusahakan agar setara. Permainan ini diawali dengan memberitahukan aturan permainan. Setelah itu permainan dimulai dengan membagikan kartu-kartu soal untuk bermain (kartu soal dan kunci ditaruh terbalik di atas meja sehingga soal dan kunci tidak terbaca). Permainan pada tiap meja turnamen dilakukan dengan aturan sebagai berikut. Pertama, setiap pemain dalam tiap meja menentukan dulu pembaca soal dan pemain yang pertama dengan cara undian. Kemudian pemain yang menang undian mengambil kartu undian yang berisi nomor soal dan diberikan kepada pembaca soal.
d.                  Pembaca soal akan membacakan soal sesuai dengan nomor undian yang diambil oleh pemain. Selanjutnya soal dikerjakan secara mandiri oleh pemain dan penantang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam soal. Setelah waktu untuk mengerjakan soal selesai, maka pemain akan membacakan hasil pekerjaannya yang akan ditangapi oleh penantang searah jarum jam. Setelah itu pembaca soal akan membuka kunci jawaban dan skor hanya diberikan kepada pemain yang menjawab benar atau penantang yang pertama kali memberikan jawaban benar. Jika semua pemain menjawab salah maka kartu dibiarkan saja.
e.                   Permainan dilanjutkan pada kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal habis dibacakan, dimana posisi pemain diputar searah jarum jam agar setiap peserta dalam satu meja turnamen dapat berperan sebagai pembaca soal, pemain, dan penantang. Disini permainan dapat dilakukan berkali-kali dengan syarat bahwa setiap peserta harus mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemain, penantang dan pembaca soal. Dalam permainan ini pembaca soal hanya bertugas untuk membaca soal dan membuka kunci jawaban, tidak boleh ikut menjawab atau memberikan jawaban pada peserta lain.
f.                   Setelah semua kartu selesai terjawab, setiap pemain dalam satu meja menghitung jumlah kartu yang diperoleh dan menentukan berapa poin yang diperoleh berdasarkan tabel yang telah disediakan. Selanjutnya setiap pemain kembali kepada kelompok asalnya dan melaporkan poin yang diperoleh. Ketua kelompok memasukkan poin yang diperoleh anggota kelompoknya pada tabel yang telah disediakan, kemudian menentukan kriteria penghargaan yang diterima oleh kelompoknya. Skor yang diperoleh setiap peserta dalam permainan akademik dicatat pada lembar pencatat skor. Skor kelompok diperoleh dengan menjumlahkan skor-skor yang diperoleh anggota suatu kelompok, kemudian dibagi banyaknya anggota kelompok tersebut. Skor kelompok ini digunakan untuk memberikan penghargaan tim berupa sertifikat dengan mencantumkan predikat tertentu.
g.                  Langkah selanjutnya, sebelum memberikan penghargaan kelompok adalah menghitung rerata skor kelompok Pemberian penghargaan didasarkan atas rata-rata poin yang didapat oleh kelompok tersebut. Lembar penghargaan dicetak dalam kertas HVS, dimana penghargaan ini akan diberikan kepada tim yang memenuhi kategori rerata poin sebagai berikut :
Tabel 2.4  Tabel Kreteria Penghargaan Kelompok

Rerata Kelompok
Predikat
30 sampai 39
Tim kurang baik
40 sampai 44
Tim baik
45 sampai 49
Tim baik sekali
50 ke atas
Tim istimewa

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari pembahasan di atas, antara lain :
3.1.1    Belajar adalah proses mencari, memahami, menganalisis suatu keadaan sehingga terjadi perubahan perilaku, dan perubahan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai hasil belajar jika disebabkan oleh karena pertumbuhan atau keadaan sementara;
Pembelajaran/ instruksional adalah usaha mengorganisasikan lingkungan belajar sehingga memungkinkan siswa melakukan kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan menggunakan berbagai media dan sumber belajar tertentu yang akan mendukung pembelajaran itu nantinya.
3.1.2 Adapun prinsip-prinsip Belajar dan Pembelajaran yaitu :
    • Perhatian dan Motivasi
    • Keaktifan
    • Keterlibatan Langsung / Berpengalaman
    • Pengulangan
    • Tantangan
    • Umpan Balik dan Penguatan
    • Perbedaan Individual
3.1.3 Salah satu masalah dalam pembelajaran adalah kurangnya peran aktif siswa dalam proses pembelajaran.
3.1.4 Berdasarkan pada penyebab masalah yang telah ditemui, tindakan solusi masalah dengan aplikasi model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams-Games-Tournament). Dalam TGT, para siswa dikelompokkan dalam tim belajar yang terdiri atas empat orang yang heterogen. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran (Slavi, 2008). Keaktifan siswa dengan menggunakan metode ini dapat dilihat pada saat siswa membaca, berdiskusi dan menjawab pertanyaan secara lisan pada saat pelaksanaan game/turnamen berlangsung sehingga dapat melatih keberanian berbicara dimuka umum dan menumbuhkan.

referensi :


0 komentar:

Posting Komentar