2.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran
Belajar Merupakan Tindakan dan Perilaku siswa yang
kompleks, sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri.
Siswa adalah penentu terjadi atau tidak terjadinya proses belajar. Proses
belajar terjadi karena siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar.
Lingkungan yang dipelajari oleh siswa adalah keadaan alam, benda-benda, hewan,
tumbuh-tumbuhan, manusia atau hal-hal yang akan dijadikan bahan belajar.
Belajar adalah
proses mencari, memahami, menganalisis suatu keadaan sehingga terjadi perubahan
perilaku, dan perubahan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai hasil belajar
jika disebabkan oleh karena pertumbuhan atau keadaan sementara. (Syaifuddin
Iskandar : 2008 : 1)
Sedangkan pembelajaran/ instruksional adalah usaha
mengorganisasikan lingkungan belajar sehingga memungkinkan siswa melakukan
kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan menggunakan berbagai
media dan sumber belajar tertentu yang akan mendukung pembelajaran itu
nantinya.
2.2
Prinsip Belajar dan Pembelajaran
Ada banyak sekali teori dan prinsip belajar yang
dikemukakan oleh para ahli yang satu dengan yang lain memiliki persamaan
dan juga perbedaan. Dari berbagai prinsip belajar tersebut terdapat prinsip
yang relatif berlaku umum yang dapat kita pakai sebagai dasar dalam upaya
pembelajaran, baik bagi siswa yang perlu meningkatkan upaya belajarnya maupun
bagi guru dalam upaya meningkatkan cara mengajarnya. Adapun prinsip-prinsip
Belajar dan Pembelajaran yaitu :
1. Perhatian
dan Motivasi
Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan
belajar. Dari kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya
perhatian tak mungkin terjadi belajar (Gage dan Barliner, 1984 : 335).
Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran
sesuai dengan kebutuhannya.
Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting
dalam kegiatan belajar mengajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan
mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan
kemudi pada mobil (Gage dan Barliner, 1984 : 372).
“Motivation is the concept we use when describe the force
action on or within organism to initiate and direct behavior””. Demikian
menurut H.L Petri (Petri, Herbert L, 1983:3). Motivasi dapat merupakan tujuan
dan alat dalam pembelajaran. Sebagai tujuan, motivasi merupakan salah satu
tujuan dalam mengajar. Guru berharap bahwa siswa tertarik dalam kegiatan
intelektual dan estetik sampai kegiatan belajar berakhir. Sebagai alat,
motivasi merupakan salah satu faktor seperti halnya intelegensi dan hasil
belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar siswa dalam
bidang pengetahuan, nilai-nilai dan keterampian.
Motivasi dapat bersifat internal, artinya datang dari
dirinya sendiri, dapat juga bersifat eksternal yakni datang dari orang lain,
dari guru, orang tua, teman dan sebaginya. Motivasi juga dibedakan atas motif
intrinsik dan motif ekstrinsik. Motif intrinsik adalah tenaga pendorong
yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Sebagai contoh, seorang siswa yang
dengan sungguh-sungguh mempelajari mata pelajaran di sekolah karena ingin
memiliki pengetahuan yang dipelajarinya. Sedangkan Motif ekstrinsik
adalah tenaga pendorong yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya tetapi
menjadi penyertanya, sebagai contoh, siswa belajar dengan sungguh-sungguh bukan
disebabkan ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya tetapi didorong oleh
keinginan naik kelas atau mendapatkan ijazah. Naik kelas dan mendapatkan ijazah
adalah penyerta dari keberhasilan belajar.
2. Keaktifan
Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa
yang sangat aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak sekedar
menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi. Menurut teori ini anak
memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu
untuk mencari, menemukan, dan menggunakan pengetahuan yang diperolehnya. Dalam
proses belajar mengajar anak mampu mengidentifikasi, merumuskan masalah,
mencari dan menemukan fakta, menganalisis, menafsirkan dan menarik kesimpulan.
Thorndike mengemukakan keaktifan siswa dalam belajar
dengan hukum “Law of exercise”-nya yang menyatakan bahwa belajar
memerlukan adanya latihan-latihan. Dalam setiap proses belajar, siswa selalu
menampakkan keaktifan. Keaktifan itu beraneka ragam, mulai dari kegiatan fisik
yang mudah kita amati sampai pada kegiatan psikis yang susah untuk kita amati.
Kegiatan fisik dapat berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih
keterampilan-keterampilan, dan sebagainya. Contoh kegiatan psikis misalnya
menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan maslaah yang
dihadapi, membandingkan satu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil
percobaan, dan kegiatan psikis yang lain.
3. Keterlibatan
Langsung / Berpengalaman
Dalam Belajar yang menggunakan pengalaman langsung, siswa
tidak sekedar mengamati secara langsung tetapi ia juga harus menghayati,
terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap hasilnya.
Pentingnya keterlibatan langsung dalam belajar
dikemukakan oleh Jhon Dewey dengan “Learning by doing”. Belajar
sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung. Belajar harus dilakukan oleh
siswa secara aktif, baik individual maupun kelompok, dengan cara memecahkan
masalah (problem solving). Guru kapasitasnya hanya bertindak sebagai pembimbing
dan fasilitator.
Keterlibatan siswa di dalam belajar jangan diartikan
sebagai keterlibatan fisik semata, namun lebih dari itu terutama adalah keterlibatan
mental emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian dan
perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan internalisasi nilai-nilai dalam
pembentukan sikap dan juga pada saat mengadakan latihan-latihan dalam
pembentukan keterampilan.
4. Pengulangan
Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan
barang kali yang paling tua adalah yang dikemukakan oleh teori Psikologi
Daya. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada
manusia yang terdiri atas daya pengamat, menanggap, mengingat, menghayal,
merasakan, berfikir dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka
daya-daya tersebut akan berkembang. Seperti halnya pisau yang selalu diasah
akan menjadi tajam, maka daya-daya yang dilatih dengan mengadakan pengulangan-pengulangan
akan menjadi sempurna.
5. Tantangan
Dari teori Medan yang dikemukakan oleh Kurt Lwewin, bahwa
siswa dalam situasi belajar berada dalam suatu medan atau lapangan psikologis.
Dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi
selalu terdapat hambatan yaitu mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif
untuk mengatasi hambatan tersebut dengan mempelajari bahan belajar
tersebut.apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah
tercapai, maka ia akan masuk dalam medan baru dan tujuan yang baru pula,
demikian seterusnya.
Agar anak timbul motif yang kuat untuk mengatasi hambatan
dengan baik, maka bahan belajar haruslah menantang. Tantangan yang dihadapi
oleh siswa dalam bahan belajar membuat siswa bergairah untuk mengatasinya.
Bahan belajar yang baru, yang banyak mengandung maslaah yang perlu dipecahkan
membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya. Pelajaran yang memberikan
kesempatan pada siswa untuk menemukan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan
generalisasi akan menyebabkan siswa berusaha mencari dan menemukan
konsep-konsep dan generalisasi tersebut.
Penggunaan metode eksperimen, inquiry, discovery juga
memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar secara lebih giat dan
sungguh-sungguh. Penguatan positif maupun negatif juga akan menantang siswa dan
menimbulkan motif untuk memperoleh ganjaran atau terhindar dari hukum yang
tidak menyenangkan.
6. Umpan Balik dan
Penguatan
Prinsip belajar yang berkaitan dengan umpan bailk dan
penguatan terutama ditekankan oleh teori belajar Operant Conditionong
dari B.F. Skinner. Kalau pada teori Conditionong yang diberikan kondisi adalah
stimulusnya, maka pada Operant Conditioning yang diperkuat adalah responsnya.
Siswa akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil
yang baik. Hasil, apalagi hasil yang baik, akan merupakan umpan balik
yang menyenangkan dan berpengaruh baik untuk usaha belajar selanjutnya.
Namun dorongan belajar itu menurut B.F. Skinner tidak saja oleh penguatan yang
menyenangkan tetapi juga yang tidak menyenangkan. Atau dengan kata lain
penguatan positif ataupun negatif dapat memperkuat belajar (Gage dan Barliner,
1984:272).Sebagai contoh siswa yang belajar dengan sungguh-sungguh dan
mendapatkan nilai yang baik dalam ulangan, maka nilai yang baik akan mendorong
anak untuk belajar lebih giat lagi. Sebaliknya, anak yang mendapatkan nilai
yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas. Karena takut
tidak naik kelas, maka anak tersebut terdorong untuk belajar lebih giat lagi.
Dalam hal ini nilai buruk dan rasa takut akan mendorong anak tersebut untuk
belajar lebih giat. Inilah yang disebut dengan penguatan negatif dan di sini
siswa mencoba untuk menghindar dari peristiwa yang tidak menyenangkan. Format
sajian dapat berupa tagnya jawab, diskusi, eksperimen, metode penemuan, dan
sebagainya merupakan cara belajar terjadinya umpan balik dan penguatan.
7. Perbedaan
Individual
Siswa merupakan individual yang unik artinya tidak ada
dua orang yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang
lainnya. Perbedaan itu terdapat pada karakteristik psikis, kepribadian, dan
sifat-sifatnya.
Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil
belajar siswa. Karenanya, perbedaan individu perlu diperhatikan oleh guru dalam
upaya pembelajaran. Sistem pendidikan klasikal yang dilakukan di sekolah kita
kurang memperhatikan masalah perbedaan individu. Umumnya proses pembelajaran di
kelas dengan melihat siswa sebagai individu dengan kemampuan yang rata-rata, kebiasaan
yang kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya.
Pembelajaran yang klasikal yang mengabaikan perbedaan
individu dapat diperbaiki dengan berbagai cara. Antara lain dengan penggunaan
metode atau strategi belajar mengajar yang bervariasi sehingga perbedaan
kemampuan siswa dapat terlayani. Juga penggunaan media instruksional akan
membantu melayani perbedaan-perbedaan siswa dalam cara belajar. Usaha lain
untuk memperbaiki pembelajaran klasikal adalah dengan memberikan tambahan
pelajaran atau pengayaan pelajaran bagi siswa yang pandai, dan memberikan
bimbingan belajar bagi anak-anak yang kurang. Disamping itu dalam memberikan
tugas-tugas hendaknya disesuaikan dengan minat dan kemampuan siswa, sehingga
bagi siswa yang pandai, sedang, maupun kurang akan merasakan berhasil dalam di
dalam pembelajaran.
2.3 Contoh Masalah Belajar Dalam Prinsip
Keaktifan
Masalah pembelajaran salah satunya
adalah intensitas partisipasi siswa yang rendah dalam proses pembelajaran,
dominasi siswa tertentu dalam proses pembelajaran, siswa kurang tertarik dengan
cara guru menyampaikan materi (metode tidak bervariasi) sehingga siswa hanya
berperan sebagai objek dalam kegiatan pembelajaran, sebagian besar siswa kurang
termotivasi untuk belajar sehingga siswa sulit memahami materi pelajaran.
Dari
proses pembelajaran dan pengalaman mengajar yang telah dilakukan guru, dapat
diketahui karakter siswa pada umumnya dalam pembelajaran yaitu siswa cenderung
pasif pada proses pembelajaran sehingga siswa sulit memahami materi pelajaran
yang telah disampaikan oleh guru. Hal ini terbukti dengan rendahnya hasil
belajar yang dicapai siswa. Berdasarkan kondisi tersebut, maka guru hendaknya
menggunakan salah satu aplikasi model pembelajaran untuk meningkatkan motivasi
dan hasil belajar siswa. Pendekatan pembelajaran yang tepat harus segera
digunakan karena dalam proses pembelajarannya semua siswa dituntut untuk berperan
aktif dan diharapkan siswa yang biasanya bersikap pasif dalam kegiatan belajar
menjadi lebih aktif. Keaktifan siswa dengan menggunakan metode pendekatan
pembelajaran dapat dilihat pada saat siswa membaca, berdiskusi dan menjawab
pertanyaan secara lisan sehingga dapat melatih keberanian berbicara dimuka umum
dan menumbuhkan rasa percaya diri dalam dirinya.
Dari penjelasan masalah belajar
diatas, maka diasumsikan penyebab masalah pada (tabel 2.1).
Tabel 2.1 Asumsi Penyebab Masalah
No
|
Faktor
|
Penyebab Masalah
|
1
|
Siswa
|
a. pasif dalam menerima informasi
maupun dalam proses pembelajaran
b. sulit mengutarakan ide atau
gagasan
c. kurang berani dalam bertanya
maupun menjawab pertanyaan yang diberikan guru
d. menganggap mata pelajaran biologi sebagai
ilmu yang penuh hafalan
|
2
|
Guru
|
a. penyampaian materi cenderung
monoton (metode tidak bervariasi)
b. kurang memotivasi siswa untuk
menyampaikan pendapat atau untuk berperan aktif dalam pembelajaran
|
3
|
Proses Pembelajaran
|
a. cenderung satu arah dan tidak
demokratis
b. pembelajaran masih berpusat pada
guru (keaktifan didominasi guru)
|
4
|
Lain-lain
|
a. sarana dan prasarana masih kurang
b. kurangnya perhatian orang tua
terhadap kegiatan belajar anak di rumah
|
Berbagai kemungkinan penyebab
masalah yang dijelaskan diatas kemudian dianalisis bahwa penyebab masalah yang
paling dominan adalah pembelajaran yang cenderung satu arah yaitu berpusat pada
guru dalam proses pembelajaran sehingga keaktifan hanya pada guru tidak pada
siswa.
2.4 Pendekatan
dengan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams
Games Tournament)
Berdasarkan
pada penyebab masalah yang telah ditemui, tindakan solusi masalah dengan
aplikasi model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams-Games-Tournament).
Tindakan pembelajaran dengan metode TGT akan diaplikasikan pada siswa yang akan dikembangkan pada setiap siklus
tindakan melalui perencanaan. Dengan mengaplikasikan metode TGT dalam
pembelajaran, diharapkan dapat mengubah pembelajaran yang semula siswa hanya
pasif menjadi lebih aktif. Pembelajaran TGT yang dimaksud dalam penelitian
adalah cara mengajar di mana siswa dituntut untuk aktif dalam mengemukakan
pikirannya dan guru aktif dalam membimbing siswa sehingga siswa dilibatkan
dalam kegiatan belajar. Dengan pembelajaran TGT diharapkan motivasi dan hasil
belajar siswa meningkat.
Alasan
menggunakan metode TGT karena dalam proses pembelajarannya semua siswa berperan
aktif dan diharapkan siswa yang biasanya bersikap pasif dalam kegiatan belajar
menjadi lebih aktif. Keaktifan siswa dengan menggunakan metode ini dapat
dilihat pada saat siswa membaca, berdiskusi dan menjawab pertanyaan secara
lisan pada saat pelaksanaan game/turnamen berlangsung sehingga dapat
melatih keberanian berbicara dimuka umum dan menumbuhkan.
2.4.1
Pengertian Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe TGT (Teams Games
Tournament)
TGT (Teams Games Tournaments) pada mulanya dikembangkan oleh
David DeVries dan Keith Edwards. Dalam TGT, para siswa dikelompokkan dalam tim
belajar yang terdiri atas empat orang yang heterogen. Guru menyampaikan
pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua
anggota tim telah menguasai pelajaran (Slavi, 2008). Secara umum, pembelajaran
kooperatif tipe TGT memiliki prosedur belajar yang terdiri atas siklus regular
dari aktivitas pembelajaran kooperatif. Games Tournament dimasukkan sebagai
tahapan review setelah setelah siswa bekerja dalam tim. Adapun beberapa pengertian yang dikemukakan oleh
para ahli antara lain:
1.
TGT (Teams Games Tournament) adalah salah satu tipe pembelajaran
kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok - kelompok belajar yang
beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan
suku kata atau ras yang berbeda (http://s1pgsd.blogspot.com/2010/04/model-pembelajaran-kooperatif-tipe
tgt.html, diakses tanggal 5 Januari 2012).
2.
Menurut Saco (2006), dalam
TGT (Teams Games Tournament) siswa
memainkan permainan-permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh
skor bagi tim mereka masing-masing. Permainan dapat disusun guru dalam bentuk
kuis berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran.
Kadang-kadang dapat juga diselingi dengan pertanyaan yang berkaitan dengan
kelompok atau identitas kelompok mereka
3.
TGT (Teams
Games Tournament) merupakan pembelajaran dimana siswa memainkan pengacakan
kartu dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh poin pada skor tim
mereka. Permainan ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada
kartu-kartu yang diberi angka. Pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud adalah
pertanyaan-pertanyan yang relevan dengan materi pelajaran yang dirancang untuk mengetes
kemampuan siswa dari penyampaian pelajaran kepada siswa di kelas. Setiap wakil
kelompok akan mengambil sebuah kartu yang diberi angka dan berusaha untuk
menjawab pertanyaan yang sesuai tersebut. Permainan ini dimainkan pada
meja-meja turnamen.
Jadi Pembelajaran kooperatif
tipe TGT adalah salah satu metode pembelajaran kooperatif yang mudah
diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan
status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur
permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan
yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT memungkinkan siswa dapat
belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerja sama,
persaingan sehat dan keterlibatan belajar. Menurut Robert E. Slavin (2008),
pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari 5 komponen utama, yaitu:
presentasi di kelas, tim (kelompok), game (permainan), turnamen
(pertandingan), dan rekognisi tim (perhargaan kelompok). Prosedur pelaksanaan
TGT dimulai dari aktivitas guru dalam menyampaikan pelajaran, kemudian siswa
bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah
menguasai pelajaran. Selanjutnya diadakan turnamen, di mana siswa memainkan game
akademik dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya.
2.4.2 Landasan Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament)
Teori motivasi adalah teori yang mendasari pembelajaran
kooperatif, siswa yang bekerja dalam kelompok kooperatif belajar lebih banyak daripada
kelas yang diorganisasikan secara tradisional (Slavin, 1995:16). Menurut teori
motivasi, motivasi mahasiswa pada pembelajaran kooperatif terutama terletak
pada bagaimana bentuk struktur pencapaian saat mahasiswa melaksanakan kegiatan.
Terdapat tiga struktur pencapaian tujuan seperti berikut ini:
a.
Kooperatif, setiap upaya berorientasi pada tujuan tiap individu menyumbang
pencapaian tujuan individu lain. Mahasiswa yakin bahwa tujuan mereka akan
tercapai jika dan hanya jika mahasiswa lain mencapai tujuan tersebut.
b.
Kompetitif, setiap upaya berorientasi pada tujuan tiap individu membuat
frustasi pencapaian tujuan individu lain. Mahasiswa yakin bahwa tujuan mereka
akan tercapai jika dan hanya jika mahasiswa lain tidak mencapai tujuan
tersebut.
c.
Individualistik, tujuan tiap individu tidak memiliki konsekuensi
terhadap pencapaian tujuan individu lain. Mahasiswa meyakini upaya mereka
sendiri untuk mencapai tujuan.
Berdasarkan teori motivasi tersebut, struktur
pencapaian tujuan kooperatif menciptakan situasi dimana keberhasilan individu
dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. Oleh karena itu, untuk mencapai
tujuan yang di inginkan pada pembelajaran kooperatif anggota kelompok harus
saling membantu satu sama lain untuk keberhasilan kelompoknya dan yang lebih penting
adalah memberi dorongan pada anggota lain untuk berusaha mencapai tujuan yang
maksimal.
Model pembelajaran kooperatif sangat berbeda
dengan pengajaran langsung. Di samping model pembelajaran kooperatif
dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, model pembelajaran
kooperatif juga efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Beberapa
ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa untuk memahami
konsep-konsep yang sulit. Para pengembang model ini telah menunjukan bahwa model
struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada
belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.
Dalam banyak kasus, norma budaya anak muda sebenarnya tidak menyukai
siswa-siswa yang ingin menonjol secara akademis. Robert Slavin dan pakar lain
telah berusaha untuk mengubah norma ini melalui penggunaan pembelajaran
kooperatif.
Di samping mengubah norma yang berhubungan
dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keunggulan baik
pada siswa kelompok bawah maupun siswa kelompok atas yang bekerja bersama
menyelesaikan tugas-tugas akademik. Siswa sekelompok atas akan menjadi tutor
bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya,
yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini, siswa
sekelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan
sebagai tutor membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang hubungan ide-ide
yang terdapat didalam materi tertentu.
Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperatif
adalah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi.
Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat dimana banyak
kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling
bergantung satu sama lain dan di mana masyarakat secara budaya semakin beragam.
Sementara itu, banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam
keterampilan sosial. Situasi ini dibuktikan dengan begitu sering pertikaian
kecil antara individu menyatakan ketidakpuasan pada saat diminta untuk bekerja
dalam situasi kooperatif.
Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya
mempelajari materi saja, namun siswa juga harus mempelajari
keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan
kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan
hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antara anggota
kelompok. Sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antar kelompok
selama kegiatan.
Salah satu model pembelajaran kooperatif yaitu
model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) yang menggunakan
turnamen permainan akademik dalam melaksanakan proses pembelajaran dikelas.
Model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams
Games Tournament) ini menempatkan siswa ke dalam tim-tim heterogen yang
terdiri dari empat sampai lima siswa dalam satu tim. Model pembelajaran
kooperatif tipe TGT (Teams Games
Tournament) terdiri dari suatu siklus atau sintaks kegiatan pembelajaran
yang teratur yang dimulai dari mempresentasikan materi sampai pada penghargaan
kepada tim yang mendapat skor istimewa (Nur, Mohamad, 2005:45). Jadi pada
intinya landasan pengembangan dari model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) ini adalah pendekatan
kooperatif learning yang diterapkan dalam bentuk kerja sama kelompok untuk
menumbuhkan motivasi siswa dalam pembelajaran dan dapat menciptakan suasana
belajar yang kondusif serta menyenangkan.
2.4.3
Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament)
Dalam Implementasinya secara teknis
Slavin (2008) mengemukakan empat langkah utama dalam pembelajaran dengan teknik
TGT yang merupakan siklus regular dari aktivitas pembelajaran, sebagai berikut:
·
Step
1: Pengajaran, pada tahap ini guru
menyampaikan materi pelajaran.
·
Step
2: Belajar Tim, para siswa mengerjakan
lembar kegiatan dalam tim mereka untuk menguasai materi.
·
Step
3: Turnamen, para siswa memainkan game
akademik dalam kemampuan yang homogen, dengan meja turnamen tiga peserta (kompetisi
dengan tiga peserta).
·
Step
4: Rekognisi Tim, skor tim dihitung
berdasarkan skor turnamen anggota tim, dan tim tersebut akan direkognisi
apabila mereka berhasil melampaui kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Sedangkan
Pelaksanaan games dalam bentuk turnamen dilakukan dengan prosedur, sebagai
berikut:
1.
Guru
menentukan nomor urut siswa dan menempatkan siswa pada meja turnamen (3 orang ,
kemampuan setara). Setiap meja terdapat 1 lembar permainan, 1 lbr jawaban, 1
kotak kartu nomor, 1 lbr skor permainan.
2.
Siswa
mencabut kartu untuk menentukan pembaca I (nomor tertinggi) dan yang lain
menjadi penantang I dan II.
3.
Pembaca
I menggocok kartu dan mengambil kartu yang teratas.
4.
Pembaca
I membaca soal sesuai nomor pada kartu dan mencoba menjawabnya. Jika jawaban
salah, tidak ada sanksi dan kartu dikembalikan. Jika benar kartu disimpan
sebagai bukti skor.
5.
Jika
penantang I dan II memiliki jawaban berbeda, mereka dapat mengajukan jawaban
secara bergantian.
6.
Jika
jawaban penantang salah, dia dikenakan denda mengembalikan kartu jawaban yang
benar (jika ada).
7.
Selanjutnya
siswa berganti posisi (sesuai urutan) dengan prosedur yang sama.
8.
Setelah
selesai, siswa menghitung kartu dan skor mereka dan diakumulasi dengan semua
tim.
9.
Penghargaan
sertifikat, Tim Super untuk kriteria atas, Tim Sangat Baik (kriteria tengah),
Tim Baik (kriteria bawah)
10. Untuk melanjutkan turnamen, guru
dapat melakukan pergeseran tempat siswa berdasarkan prestasi pada meja
turnamen.
Jadi
adapun sintaks dari model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) adalah sebagai
berikut:
a. Penyajian kelas atau presentasi kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi, biasanya
dilakukan dengan pengajaran langsung, ceramah, atau diskusi yang dipimpin guru.
Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan
memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih
baik pada saat kerja kelompok.
b. Kelompok (team)
Kelompok
biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen. Fungsi kelompok
adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus
untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada
saat game.
c.
Permainan (Game)
Permainan atau Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang relevan
dengan konten yang dirancang untuk mengetes pengetahuan siswa yang diperoleh
dari presentasi kelas dan latihan tim. Permainan dimainkan pada meja-meja yang
berisi tiga siswa, tiap-tiap siswa mewakili tim yang berbeda. Kebanyakan
permainan hanya berupa pertanyaan-pertanyaan yang diberi nomor dan disajikan
pada lembar pertanyaan. Siswa memilih
kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu.
Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang
nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
d.
Turnamen
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap
unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah berlatih
mengerjakan lembar kerja siswa (LKS). Untuk turnamen pertama guru menetapkan
siapa yang akan bertanding pada meja permainan. Menetapkan tiga peringkat atas
dalam kinerja pada permainan yang lalu pada meja 1, masing-masing siswa
mewakili timnya. Tiga siswa berikutnya pada meja 2 dan seterusnya. Setelah
minggu pertama tersebut, siswa dapat berpindah meja tergantung kepada kinerja
mereka sendiri pada turnamen pertama. Pemenang pada tiap meja naik ke atas ke
meja yang lebih tinggi berikutnya misalnya dari meja 2 ke meja 1, siswa yang
memperoleh skor urutan kedua tetap berada di meja yang sama, dan siswa yang
mendapat skor paling rendah turun ke meja lebih rendah misalnya dari meja 2 ke
meja 3. Dengan cara ini, jika ada siswa yang salah tempat pada awalnya, mereka
akhirnya akan bergerak ke atas atau ke bawah sampai mereka berada pada tingkat
kinerja yang benar.
e.
Penghargaan tim
Setelah selesai
tournament sesegera mungkin hitung skor yang diperoleh tim dan siapkan
sertifikasi tim atau tulisan hasil tournament untuk diumumkan pada papan
buletin. Untuk melakukan ini pertama kali periksalah poin tournament pada
lembar skor permainan. Langkah berikutnya pindahkan tiap poin tournament siswa
ke lembar rangkuman tim untuk timnya, jumlahkan seluruh skor anggota tim dan
bagikan dengan banyaknya anggota tim yang ikut pertandingan. Guru dapat
memberikan sertifikat yang memenuhi kreteria tim hebat atau tim super. Tim
dengan kreteria baik, cukup diberikan ucapan selamat.
Tabel
2.2 Perhitungan Poin Permainan Untuk Empat Pemain
Pemain dengan
|
Poin bila jumlah kartu yang diperoleh
|
Top Scorer
|
40
|
High Middle Scorer
|
30
|
Low Middle Scorer
|
20
|
Low Scorer
|
10
|
|
|
Pemain
dengan
|
Poin
bila jumlah kartu yang diperoleh
|
Top Scorer
|
60
|
Middle Scorer
|
40
|
Low Scorer
|
20
|
Tabel
2.3 Perhitungan Poin Permainan Untuk Tiga Pemain
(Sumber: Slavin, 1995:90)
Dengan
keterangan sebagai berikut: Top Scorer (skor tertinggi), High Middle scorer
(skortinggi), Low Middle Scorer (skor rendah), Low Scorer (skor terendah),
(skor sedang).
Dengan
demikian prosedur pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah
sebagai berikut:
a.
Guru menyajikan materi, dan siswa
bekerja dalam kelompok mereka masing-masing. Dalam kerja kelompok guru
memberikan LKS kepada setiap kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan
bersama-sama dengan anggota kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang
tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain
bertanggungjawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum
mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru. Hal ini akan menyebabkan tumbuhnya
rasa kesadaran pada diri siswa bahwa belajar secara kooperatif itu
menyenangkan.
b.
Untuk memastikan bahwa seluruh anggota
kelompok telah menguasai pelajaran, maka seluruh siswa akan diberikan permainan
akademik. Dalam permainan akademik siswa akan dibagi dalam meja-meja turnamen,
dimana setiap meja turnamen terdiri dari 5 sampai 6 orang yang merupakan wakil
dari kelompoknya masing-masing.
c.
Dalam setiap meja permainan
diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari kelompok yang sama. Siswa
dikelompokkan dalam satu meja turnamen secara homogen dari segi kemampuan
akademik, artinya dalam satu meja turnamen kemampuan setiap peserta diusahakan
agar setara. Permainan ini diawali dengan memberitahukan aturan permainan.
Setelah itu permainan dimulai dengan membagikan kartu-kartu soal untuk bermain
(kartu soal dan kunci ditaruh terbalik di atas meja sehingga soal dan kunci
tidak terbaca). Permainan pada tiap meja turnamen dilakukan dengan aturan
sebagai berikut. Pertama, setiap pemain dalam tiap meja menentukan dulu pembaca
soal dan pemain yang pertama dengan cara undian. Kemudian pemain yang menang
undian mengambil kartu undian yang berisi nomor soal dan diberikan kepada
pembaca soal.
d.
Pembaca soal akan membacakan
soal sesuai dengan nomor undian yang diambil oleh pemain. Selanjutnya soal
dikerjakan secara mandiri oleh pemain dan penantang sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan dalam soal. Setelah waktu untuk mengerjakan soal selesai, maka
pemain akan membacakan hasil pekerjaannya yang akan ditangapi oleh penantang
searah jarum jam. Setelah itu pembaca soal akan membuka kunci jawaban dan skor
hanya diberikan kepada pemain yang menjawab benar atau penantang yang pertama
kali memberikan jawaban benar. Jika semua pemain menjawab salah maka kartu
dibiarkan saja.
e.
Permainan dilanjutkan pada
kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal habis dibacakan, dimana posisi
pemain diputar searah jarum jam agar setiap peserta dalam satu meja turnamen
dapat berperan sebagai pembaca soal, pemain, dan penantang. Disini permainan
dapat dilakukan berkali-kali dengan syarat bahwa setiap peserta harus mempunyai
kesempatan yang sama sebagai pemain, penantang dan pembaca soal. Dalam
permainan ini pembaca soal hanya bertugas untuk membaca soal dan membuka kunci
jawaban, tidak boleh ikut menjawab atau memberikan jawaban pada peserta lain.
f.
Setelah semua kartu selesai
terjawab, setiap pemain dalam satu meja menghitung jumlah kartu yang diperoleh
dan menentukan berapa poin yang diperoleh berdasarkan tabel yang telah
disediakan. Selanjutnya setiap pemain kembali kepada kelompok asalnya dan
melaporkan poin yang diperoleh. Ketua kelompok memasukkan poin yang diperoleh
anggota kelompoknya pada tabel yang telah disediakan, kemudian menentukan
kriteria penghargaan yang diterima oleh kelompoknya. Skor yang diperoleh setiap
peserta dalam permainan akademik dicatat pada lembar pencatat skor. Skor
kelompok diperoleh dengan menjumlahkan skor-skor yang diperoleh anggota suatu
kelompok, kemudian dibagi banyaknya anggota kelompok tersebut. Skor kelompok
ini digunakan untuk memberikan penghargaan tim berupa sertifikat
dengan mencantumkan predikat tertentu.
g.
Langkah selanjutnya, sebelum memberikan
penghargaan kelompok adalah menghitung rerata skor kelompok Pemberian
penghargaan didasarkan atas rata-rata poin yang didapat oleh kelompok tersebut.
Lembar penghargaan dicetak dalam kertas HVS, dimana penghargaan ini akan
diberikan kepada tim yang memenuhi kategori rerata poin sebagai berikut :
Tabel 2.4 Tabel Kreteria Penghargaan Kelompok
Rerata Kelompok
|
Predikat
|
30 sampai 39
|
Tim kurang baik
|
40 sampai 44
|
Tim baik
|
45 sampai 49
|
Tim baik sekali
|
50 ke atas
|
Tim istimewa
|
3.1 Kesimpulan
Adapun
kesimpulan dari pembahasan di atas, antara lain :
3.1.1
Belajar
adalah proses mencari, memahami, menganalisis suatu keadaan sehingga terjadi
perubahan perilaku, dan perubahan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai hasil
belajar jika disebabkan oleh karena pertumbuhan atau keadaan sementara;
Pembelajaran/
instruksional adalah usaha mengorganisasikan lingkungan belajar sehingga memungkinkan
siswa melakukan kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan
menggunakan berbagai media dan sumber belajar tertentu yang akan mendukung
pembelajaran itu nantinya.
3.1.2 Adapun prinsip-prinsip Belajar dan
Pembelajaran yaitu :
- Perhatian dan Motivasi
- Keaktifan
- Keterlibatan Langsung / Berpengalaman
- Pengulangan
- Tantangan
- Umpan Balik dan Penguatan
- Perbedaan Individual
3.1.3 Salah satu masalah dalam pembelajaran adalah kurangnya peran aktif
siswa dalam proses pembelajaran.
3.1.4 Berdasarkan pada penyebab masalah yang telah ditemui,
tindakan solusi masalah dengan aplikasi model pembelajaran kooperatif tipe TGT
(Teams-Games-Tournament). Dalam TGT, para siswa dikelompokkan dalam tim belajar yang
terdiri atas empat orang yang heterogen. Guru menyampaikan pelajaran, lalu
siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah
menguasai pelajaran (Slavi, 2008). Keaktifan siswa
dengan menggunakan metode ini dapat dilihat pada saat siswa membaca, berdiskusi
dan menjawab pertanyaan secara lisan pada saat pelaksanaan game/turnamen
berlangsung sehingga dapat melatih keberanian berbicara dimuka umum dan
menumbuhkan.
referensi :
0 komentar:
Posting Komentar