Silahkan Klik

Rabu, 07 Maret 2012

Kebijakan Perubahan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)


Perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa, dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perubahan global, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta seni dan budaya. Perubahan secara terus menerus ini menuntut perlunya perbaikan sistem pendidikan nasional termasuk penyempurnaan kurikulum untuk mewujudkan masyarakat yang mampu bersaing dan menyesuaikan diri dengan perubahan zaman. Untuk itu upaya peningkatan mutu pendidikan harus dilakukan secara menyeluruh yang mencakup pengembangan dimensi manusia Indonesia seutuhnya, yakni aspek-aspek moral, akhlaq, budi pekerti, pengetahuan, keterampilan, seni, olah raga, dan perilaku. Pengembangan aspek-aspek tersebut bermuara pada peningkatan dan pengembangan kecakapan hidup (life skill) yang diwujudkan melalui pencapaian kompetensi peserta didik untuk bertahan hidup, menyesuaikan diri, dan berhasil di masa datang. dengan demikian peserta didik memiliki ketangguhan, kemandirian, dan jati diri yang dikembangkan melalui pembelajaran dan atau pelatihan yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan.
Penyempurnaan kurikulum untuk mewujudkan peserta didik yang dimaksudkan itu telah diamanatkan dalam kebijakan-kebijakan nasional sebagai berikut:
1. Perubahan keempat UUD 1945 Pasal31 tentang Pendidikan.
2. Tap MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN tahun 1999-2004.
3. Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.
4. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Daerah sebagai   Daerah Otonom, yang antara lain menyatakan pusat berkewenangan dalam menentukan: kompetensi siswa, kurikulum dan materi pokok,penilaian nasional dan kalender pendidikan.
6.Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1999 yang antara lain perlu dilakukan penyempurnaan sistem pendidikan dan dilakukan penyempurnaan kurikulum dan diversifikasi.
7. Gerakan peningkatan mutu pendidikan yang telah dicanangkan oleh Presiden.




Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)

Dilihat dari namanya saja diketahui bahwa kurikulum ini memberi penekanan yang dominan pada berbagi kompetensi yang harus dikuasai oleh anak didik dalam setiap bidang studi pada setiap jenjang sekolah. Implikasinya, akan terjadi pergeseran dari penguasaan pengetahuan (kognitif) atau dominasi kognitif menuju kepada penguasaan kompetensi tertentu. Kompetensi yang dituntut dibagi atas tiga macam, yaitu: Kompetensi tamatan/lulusan; kompetensi minimal yang harus dicapai siswa yang tamat dari suatu jenjang pendidikan tertentu (SD – SLTA); Kompetensi Umum Mata Pelajaran/Standar; kompetensi/baku kinerja minimal yang harus dicapai pada saat siswa menyelesaikan suatu rumpun atau mata pelajaran tertentu; serta  Kompetensi dasar; kemampuan minimal yang harus dicapai siswa dalam penguasaan konsep/materi yang dibelajarkan (ukuran minimal yang telah ditetapkan tentang pengetahuan, kemampuan, keterampilan, sikap dan perilaku dasar dalam menguasai materi pokok dan indikator pencapaian hasil belajar). Dengan KBK nantinya diharapkan dapat menjawab visi pendidikan dasar yang telah dirumuskan oleh Balitbang Depdiknas yaitu menghasilkan lulusan yang mempunyai dasar-dasar karakter, kecakapan, keterampilan, dan pengetahuan yang kuat. Juga mampu menjawab visi pendidikan menengah, yaitu menghasilkan lulusan yang memiliki karakter, kecakapan, dan keterampilan yang kuat untuk digunakan dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar, serta mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi. Perbedaan mendasar juga ada antara Kurikulum 1994 dan KBK. Kurikulum 1994 menggunakan pendekatan penguasaan materi, sarat materi (over loaded), dan isinya tumpang tindih (over lapping), sedangkan KBK menggunakan pendekatan penguasaan kompetensi tertentu, materinya sedikit tetapi mendalam, komprehensif dan berkelanjutan, materinya kontekstual, dan sebagainya.

Implikasi
Berbagai implikasi terjadi berkaitan dengan penerapan KBK, yaitu:
1) Jumlah jam berkurang. Ini logis karena KBK bercirikan pada substansi pelajaran yang sedikit namun mendalam. Ada pengurangan di sana sini atau perampingan materi yang didasarkan pada asas dan manfaat dan tentu saja menunjang pencapaian kompetensi yang diharapkan.
2) Tema sajian terpadu. Terpadu karena bersifat komprehensif dan berkesinambungan. Antara materi yang satu dengan lain ada keterpaduan sehingga lebih bermakna.
 3) Penilaian berbasis kelas.
4) Penilaian berbasis kompetensi. Artinya, penilaian didasarkan pada kompetensi yang dikuasai siswa sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikannya.
5) Guru berbasis kompetensi. Artinya bahwa, dengan penerapan KBK ini maka tuntutan agar guru terus mengasah kompetensinya merupakan suatu keharusan. Tidak ada alasan untuk terus mempertahankan paradigma lama bahwa kemampuan yang dimilikinya sudah lebih dari cukup untuk menjalankan fungsi dan tugasnya.
Kelebihan dan Kelemahan Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dikembangkan dengan tujuan memperbaiki kelemahan pada Kurikulum 1994. KBK menitikberatkan pada kompetensi yang harus dicapai siswa. Misalnya, standar kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran bahasa, yaitu belajar bahasa pada hakikatnya belajar berkomunikasi dan belajar menghargai manusia serta nilai-nilai kemanusiaannya. Dengan demikian, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan pada peningkatan kemampuan berkomunikasi dan menghargai nilai-nilai, bukan pada kemampuan menguasai ilmu kebahasaan. Akan tetapi, ilmu bahasa dipelajari untuk mendukung keterampilan berkomunikasi. Kegiatan belajar pun dikembalikan pada konsep bahwa siswa akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalami apa yang dipelajarinya, bukan hanya “mengetahuainya”. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi “mengingat”, tetapi gagal dalam membekali siswa memecahkan persoalan dalam kehidupan nyata untuk jangka panjang.
Berdasarkan kajian teoretik dan pengalaman lapangan, sebenarnya KBK merupakan salah satu kurikulum yang memberikan konstribusi besar terhadap pengembangan potensi peserta didik secara optimal berdasarkan prinsip-prinsip konstruktivisme asal implementasinya benar. Beberapa kelebihan KBK antara lain:
1. Mengembangkan kompetensi-kompetensi siswa pada setiap aspek mata pelajaran dan bukan pada penekanan penguasaan konten mata pelajaran itu sendiri
2. Mengembangakan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student oriented). Siswa dapat bergerak aktif secara fisik ketika belajar dengan memanfaatkan indra seoptimal mungkin dan membuat seluruh tubuh serta pikiran terlibat dalam proses belajar. Dengan demikian, siswa dapat belajar dengan bergerak dan berbuat, belajar dengan berbicara dan mendengar, belajar dengan mengamati dan menggambarkan, serta belajar dengan memecahkan masalah dan berpikir. Pengalaman-pengalaman itu dapat diperoleh melalui kegiatan mengindra, mengingat, berpikir, merasa, berimajinasi, menyimpulkan, dan menguraikan sesuatu. Kegiatan tersebut dijabarkan melalui kegiatan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
3. Guru diberi kewenangan untuk menyusun silabus yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi di sekolah/daerah masing-masing
4. Bentuk pelaporan hasil belajar yang memaparkan setiap aspek dari suatu mata pelajaran memudahkan evaluasi dan perbaikan terhadap kekurangan peserta didik.
5. Penilaian yang menekankan pada proses memungkinkan siswa untuk mengeksplorasi kemampuannya secara optimal, dibandingkan dengan penilaian yang terfokus pada konten.
Disamping kelebihan, kurikulum berbasis kompetensi juga terdapat kelemahan. Kelemahan yang ada lebih banyak pada penerapan KBK di setiap jenjang pendidikan, hal ini disebabkan beberapa permasalahan antara lain:
1. Paradigma guru dalam pembelajaran KBK masih seperti kurikulum-kurikulum sebelumnya yang lebih pada teacher oriented
2. Kualitas guru, hal ini didasarkan pada statistik, 60% guru SD, 40% guru SLTP, 43% SMA, 34% SMK dianggap belum layak untuk mengajar di jenjang masing-masing. Selain itu 17,2% guru atau setara dengan 69.477 guru mengajar bukan bidang studinya. Kualitas SDM kita adalah urutan 109 dari 179 negara berdasarkan Human Development Index.

0 komentar:

Posting Komentar