I.1
SIFAT HAKIKAT MANUSIA
1. Pengertian
Sifat Hakikat Manusia
Sifat
hakikat manusia adalah ciri-ciri karakteristik, yang secara prinsipiil (bukan
hanya gradual) membedakan manusia dari hewan, meskipun antara manusia dan hewan
banyak kemiripan terutama dari sifat biologisnya.
2. Wujud Sifat
Hakikat Manusia
A.
Kemampuan Menyadari
Diri
Kaum
rasionalis menunjuk kunci perbedaan manusia dengan hewan pada adanya kemampuan
menyadari diri yang dimiliki oleh manusia. Berkat adanya kemampuan menyadari
diri yang dimiliki oleh manusia, maka manusia menyadari dirinya (akunya)
memiliki ciri khas atau karakteristik diri. Dengan ini manusia mampu membuat
jarak (distansi) dengan
lingkungannya.
Dengan ke
arah luar, aku memandang dan menjadikan lingkungan sebagai objek, selanjutnya
aku memanipulasi ke dalam lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya, dan hal ini
sebagai gejala egoisme. Dengan ke
arah dalam, aku member status kepada lingkungan (dalam hal ini kamu, dia,
mereka) sebagai subjek yang berhadapan aku sebagai objek, yang isinya adalah
pengabdian, pengorbanan, tenggang rasa dan sebagainya dan hal ini dipandang
sebagai perbuatan terpuji.
Kemampuan
puncak karakteristik manusia yang menjadikannya lebih unggul daripada hewan,
membuat manusia mampu mengeksplorasi potensi-potensi yang ada pada dirinya, dan
memahami potensi-potensi tersebut sebagai kekuatan yang dapat dikembangangkan
sehingga dirinya dapat berkembang ke arah kesempurnaan diri, dan kenyataan ini
memiliki implikasi pedagogis, yaitu keharusan pendidikan untuk
menumbuhkembangkan kemampuan ini pada peserta didik, dengan kata lain
pendidikan diri sendiri ini perlu mendapat perhatian serius oleh semua
pendidik.
B.
Kemampuan
Bereksistensi
Dengan
keluar dari dirinya, dan membuat jarak antara aku dnegna dirinya sebagai objek
dan melihat objek sebagai sesuatu, maka manusia mampu menembus atau menerobos
dan mengatasi batas yang membelenggunya. Kemampuan ini termasuk menerobos ruang
juga waktu. Kemampuan bereksistensi adalah kemampuan menempatkan diri dan
menerobos.
Jika
manusia tidak memiliki kebebasan atau kemampuan bereksistensi maka manusia itu
tak lebih dari sekedar “esensi” atau tidak mampu “bereksistensi”. Kemampuan
bereksistensi perlu dibina melalui pendidikan. Peserta didik diajar agar
belajar dari pengalamannya, belajar mengantisipasi seseuatu keadaan atau
peristiwa, belajar melihat prospek masa depan dari sesuatu, serta mengembangkan
daya imajinasi kreatif sejak dari masa kanak-kanak
C.
Pemilikan Kata
Hati
Kata hati
atau consistence of man atau juga
hati nurani, lubuk hati, suara hati, pelita hati. Consistence of man, ialah pengertian yang ikut serta, atau
pengertian yang mengikut perbuatan. Manusia memiliki pengertian yang menyertai
tentang apa yang akan, yang sedang dan yang telah diperbuatnya, bahkan mengerti
juga akibatnya bagi manusia sebagai manusia.
Hati nurani
menunjukkan bahwa kata hati itu adalah kemampuan pada diri manusia yang member
penerangan tentang baik buruknya perbuatannya sebagai manusia.
Orang yang
tidak memiliki pertimbangan dan kemampuan untuk mengambil keputusan tentang
yang baik/benar dan yang buruk/salah ataupun kemampuan dalam mengambil
keputusan tersebut hanya dari sudut pandangan tertentu dikatakan tidak tajam
kata hatinya. Sedangkan orang yang memiliki kecerdasan akal budi sehingga mampu
menganalisis dan mampu membedakan yang baik/benar dengan yang buruk/salah bagi
manusia sebagai manusia disebut tajam kata hatinya.
Maka
disimpulkan, kata hati adalah kemampuan membuat keputusan tentang yang
baik/benar dan yang buruk/salah bagi manusia sebagai manusia.
D.
Moral
Jika kata
hati diartikan sebagai bentuk pengertian yang menyertai perbuatan, maka moral
adalah perbuatan itu sendiri. Seseorang yang berkata hati tajam belum tentu
moralnya baik, karena masih dijembatani oleh kemauan seseorang merealisasikan
kata hatinya.
Maka, moral
yang sinkron dengan kata hati yang tajam yaitu yang benar-benar baik bagi
manusia sebagai manusia merupakan modal baik atau moral yang tinggi (luhur).
Etika
biasanya dibedakan dengan etiket. Jika etika mengarah ke perbuatan baik/benar
ataukah yang buruk/salah, yang berperikemanusiaan atau yang jahat, maka etiket
hanya berhubungan dengan sopan santun.
E.
Tanggung Jawab
Kesediaan
menanggung segenap akibat dari perbuatan yang menuntut jawab merupakan sifat
orang yang bertanggung jawab. Ada tanggung jawab terhadap diri sendiri yang
menanggung tuntutan kata hati yang berakibat penyesalan, tanggung jawab kepada
masyarakat yang menanggung tuntutan norma sosial dengan sanksi cemoohan
masyarakat hingga hukuman penjara dan tanggung jawab kepada Tuhan yang
menanggung tuntutan norma agama seperti dosa dan perasaan terkutuk.
Tanggung
jawab dapat diartikan sebagai keberanian untuk menentukan bahwa suatu perbuatan
harus sesuai dengan tuntutan kodrat manusia, dan bahwa hanya karena itu
perbuatan tersebut dilakukan dan sanksipun dapat ditentukan, dan diterima
dengan penuh kesadaran.
F.
Rasa Kebebasan
Merdeka
adalah rasa bebas tetapi masih dengan tuntutan kodrat manusia. Kemerdekaan
berlangsung dalam keterikatan, maksudnya bebas berbuat sepanjang tidka
bertentangan dengan tuntutan kodrat manusia. Seseorang mengalami rasa merdeka
apabila segenap perbuatannya ( moralnya) sesuai dengan apa yang dikatakan pleh
kata hatinya, yaitu kata hati yang sesuai dengan tuntutan kodrat manusia,
karena perbuatan seperti itu tidak sulit atau siap sedia dipertanggung jawabkan
dan todak akan sedikitpun menimbulkan kekhawatiran.
G.
Kewajiban dan
Hak
Kewajiban dan
hak adalah dua macam gejala yang timbul sebagai adanya manifestasi dari manusia
sebagai mahluk sosial. Jika ada seseorang mempunyai hak untuk menuntut sesuatu
maka tentu ada pihak lain yang berkewajiban untuk memenuhi hak tersebut dan
kewajiban ada oleh karena ada pihak lain yang harus dipenuhi haknya.
Manusia
melaksanakan kewajiban karena dengan melaksanakan kewajiban, berarti meluhurkan
diri sebagai manusia. Realisasi hak dan kewajiban bersifat relative,
disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Pemenuhan hak dan pelaksanakan
kewajiban bertalian dengan soal keadilan. Kemampuan menghayati kewajiban
sebagai keniscayaan tidaklah lahir dengan sendirinya, melainkan dengan proses.
Usaha menumbuhkembangkan rasa wajib sehingga dihayati sebagai suatu keniscayaan
dapat ditempuh dengan pendidikan disiplin.
Disiplin
meliputi 4 aspek yaitu.
a.
Disiplin
rasional, bila dilanggar menimbulkan rasa bersalah
b.
Disiplin sosial,
bila dilanggar menimbulkan rasa malu
c.
Disiplin
afektif, bila dilanggar menimbulkan rasa gelisah
d.
Disiplin agama,
bila dilanggar menimbulkan rasa berdosa
H.
Kemampuan
Menghargai Kebahagiaan
Kebahagiaan
adalah suatu istilah yang lahir dari kehidupan manusia. Sebagian orang
menganggap orang yang mengalami rasa senang atau gembira dikatakan orang yang
mengalami kebahagiaan. Sebagian lagi menganggap bahwa rasa senang hanya
merupakan aspek dari kebahagiaan, sebab kebahagiaan seifatnya lebih permanen
dari rasa senang yang lebih temporer. Pada saat orang menhayati kebahagiaan,
aspek rasa lebih berperan daripada aspek nalar. Karenanya, dikatakan
kebahagiaan sifatnya irasional.
Kepelikan
terjadi bila kebahagiaan dipandang sebagai kondisi atau keadaan di samping
sebagai suatu proses. Maka, kebahagiaan itu tidak terletak pada keadaaannya
secara faktual, ataupun rangkaian prosesnya, maupun pada perasaaan yang
diakibatkannya, tetapi terletak pada kesanggupan menghayati semuanya dengan
keheningan jiwa, dan mendudukkan hal-hal tersebut di dalam rangkaian atau
ikatan tiga hal hal yaitu usaha, norma dan takdir.
Usaha
adalah perjuangan yang terus-menerus untuk mengatasi masalah hidup. Usaha harus
bertumpu pada norma dan kaidah-kaidah. Hidup tenteram terlaksana dalam hidup
tanpa tekanan. Takdir merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan dalam proses
terjadinya kebahagiaan. Komponen takdir ini erat bertalian dengan komponen
usaha. Kebahagiaan itu dapat diusahakan peningkatannya. Ada 2 hal yang perlu
dikembangkan yaitu kemampuan berusaha dan kemampuan menghayati hasil usaha dan
kaitannya dengna takdir.
Manusia
adalah mahluk yang serba terhubung, dengan masyarakat, lingkungannya, dirinya
sendiri dan Tuhan. Dalam krisis total manusia mengalami krisis hubungan dengan
masyarakat, lingkungannya, dirinya sendiri dan Tuhan. Tidak ada pengenalan dan
pemahaman yang seksama terhadap dengan apa atau siapa ia berhubungan.
pendidikan memilki peranan penting sebagai wahana untuk mengjantar peserta
didik mencapai kebahagiaan, yaitu dengan jalan membantu mereka meningkatkan
kualitas hubungannya dengan dirinya, lingkungan dan Tuhannya.
I.2
DIMENSI-DIMENSI HAKIKAT MANUSIA SERTA POTENSI, KEUNIKAN DAN DINAMIKANYA
1. Dimensi
Keindividualan
Individu
adalah “orang-seorang”, sesuatu yang merupakan suatu keutuhan yang tidak dapat
dibagi-bagi (in devide), dan selanjutnya individu diartikan sebagai pribadi. Kesanggupan
untuk memilikul tanggung jwab sendiri adalah ciri esensial dari adanya
individualitas pada diri manusia. Setiap anak memiliki dorongan untuk mandiri
yang sangat kuat, meskipun di sisi lain pada anak terdapat rasa tidak berdaya,
sehingga memerlukan pihak lain (pendidik) yang dapat dijadikan tempat
bergantung untuk memberi perlindungan dan bimbingan.
Kepribadian
seseorang tidak akan terbentuk dengan semestinya sehingga seseorang tidak
memiliki wana kepribadian yang khas sebagai miliknya. Pola pendidikan yang
menghambat perkembangan individualitas dalam hubungan ini disebut dengan
pendidikan yang patologis. Dalam pengembangan individualitas melalui pendidikan
tidak dibenarkan jika pendidik memaksakan keinginannya pada subjek didik.
2. Dimensi
Kesosialan
Setiap orang
dapat saling berkomunikasi yang pada hakikatnya di dalamnya terkandung unsur
saling member dan menerima. Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tampak
lebih jelas pada dorongan untuk bergaul. Dnegan adanya dorongan untuk bergaul,
setiap orang ingin bertemu dengan sesamanya. Penjara merupakan hukuman paling
berat bagi manusia, karena dorongan bergaul diputuskan dengan mutlak. Seseorang
dapat mengembangkan kegemarannya, sikapnya dan cita-citanya di dalam interaksi
dengan sesamanya. Seseorang berkesempatan untuk belajar dari orang lain,
mengidentifikasi sifat-sifat yang dikagumi dari orang lain untuk dimilikinya,
serta menolak sifat-sifat yang tidak dicocokinya.
3. Dimensi
Kesusilaan
Susila artinya
kepantasan yang tinggi dan berkembang menjadi kebaikan yang lebih. Ada 2
istilah yang berkonotasi berbeda yaitu etiket dan etika. Jika etika dilanggar
ada orang lain yang merasa dirugikan, dan bila etiket dilanggar orang lain
hanya merasa tidak senang. Kesusilaan itu menyangkut etika dan etiket. Manusia
susila sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai, menghayati dan melaksanakan
nilai-nilai tersebut dalam perbuatan. Terdapat 3 macam nilai-nilai tersebut
yaitu nilai otonom yang bersifat
individual, nilai heteronom yang
bersifat kolektif dan nilai keagamaan
yang berasal dari Tuhan.
Ada 2 hal yang
kemudian muncul, yaitu kesadaran dan pemahaman terhadap nilai dan kesanggunpan
melaksanakan nilai. Belum tentu orang yang memiliki kesadaran sanggup
melaksanakannya. Terdapat kemampuan penalaran (kognitif) dan pelaksanaan
(afektif) yang masing-masing memiliki kondisis berbeda. Pendidikan kesusilaan
meliputi rentangan yang luas penggarapannya, mulai dari ranah kognitif, sampai
afektif. Pendidikan kesusilaan berarti menanamkan kesadaran dan kesediaan
melakukan kewajiban di samping menerima hak pada peserta didik.
4. Dimensi
Keberagamaan
Manusia adalah
mahluk religius. Manusia menyandarkan dirinya pada agama untuk keselamatan
hidupnya, dan agama adalah sandaran vertical bagi manusia. Manusia dapat
menghayati agama melalui proses pendidikan agama. Penanaman sikap dan kebiasaan
dalam beragama dimulai sedini mungkin, meskipun masih terbatas pada latihan
kebiasaan. Pemerintah menanamkan program pendidikan agama mulai dari tingkat SD
hingga perguruan tinggi. Mengembangkan kerukunan hidup di antara sesama umat
beragama dan penganut kepercayaan perlu ditingkatkan, tidak hanya dengan
pendidikan formal, juga dapat dilakukan dengan berbagai kegiatan nonformal dan
informal.
I.3
PENGEMBANGAN DIMENSI HAKIKAT MANUSIA
1. Pengembangan
yang Utuh
Tingkat
keutuhan perkembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh 2 faktor yaitu
kualitas dimensi hakikat manusia itu sendiri secara potensial dan kualitas
pendidikan yang disediakan untuk memberikan pelayanan atas perkembangannya.
Kualitas dari hasil akhir pendidikan sebenarnya hasur dipulangkan kembali
kepada peserta didik itu sendiri sebagai subjek sasaran pendidikan. Pendidikan
yang berhasil adalah pendidikan yang sanggup menghantar subjek didik menjadi
seperti dirinya sendiri selaku anggota masyarakat.
A.
Dari Wujud
Dimensinya
Keutuhan
terjadi antara aspek jasmani dan rohani, antara dimensi keindividualan,
kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan, antara aspek kognitif, afektif dan
psikomotor.
Pengembangan
aspek jasmaniah dan rohaniah dikatakan utuh jika keduanya mendapat pelayanan
secara seimbang. Pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan
dan keberagamaan dikatakan utuh jika semua dimensi tersebut mendapat layanan
dengna baik tidak terjadi pengabaian terhadap salah satunya. Pengembangan
domain kognitif, afektif dan psikomotor dikatakan utuh jika ketiganya mendapat
pelayanan berimbang.
B.
Dari Arah
Pengembangannya
Keutuhan
pengembangan dimensi hakikat manusia dapat diarahkan kepada pengembangan dimesi
keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan secara terpadu. Pengembangan
yang berarah kosentris dari dimensi keindividualan, bermakna memperbaiki diri
atau meningkatkan martabat dan sekaligus membuka jalan bertemunya suatu pribadi
dengan pribadi lain. Pengembangan yang sehat terhadap dimensi kesosialan yang
lazim disebut pengembangan horizontal membuka peluang ditingkatkannya hubungan
sosial diantara manusia dan antara manusia dengan lingkungan fisik yang berarti
memelihara kelestarian lingkungan di samping mengeksploitasinya. Pengembangan
yang sehat dari dimensi kesusilaan akan menopang pengembangan dan pertemuan
dimensi keindividualan dan kesosialan.
Pengembangan
domain kognitif, afektif dan psikomotor disamping keselarasananya perlu
diperhatikan arahnya yang dari jenjang rendah ke arah jenjang yang lebih tinggi
dan disebut arah pengembangan vertikal.
Pengembangan
dimensi hakikat manusia yang utuh diartikan sebagai pembinaan terpadu terhadap
dimensi hakikat manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara selaras.
2. Pengembangan
yang Tidak Utuh
Jika ada
unsur dimensi hakikat manusia yang terabaikan untuk ditangani, berakibat
terbentuknya kepribadian yang pincang dan tidak mantap, dan disebut
pengembangan yang patologis
I.4 SOSOK MANUSIA INDONESIA SEUTUHNYA
Sosok manusia
Indonesia seutuhnya telah dirumuskan dalam GBHN mengenai arah pembangunan
jangka panjang. Dinyatakan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan di dalam
rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangungan seluruh
masyarakat Indonesia. Pembangunan itu merata di seluruh tanah air, bukan hanya
untuk golongan atau sebagian masyarakat. Selanjutnya juga diartikan sebagai
keselarasan hubungan manusia antara manusia dengan Tuhannya, antara sesama
manusia, antara manusia dengan lingkungannya.
0 komentar:
Posting Komentar