Silahkan Klik

Rabu, 07 Maret 2012

HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA


I.1 SIFAT HAKIKAT MANUSIA

1.      Pengertian Sifat Hakikat Manusia

Sifat hakikat manusia adalah ciri-ciri karakteristik, yang secara prinsipiil (bukan hanya gradual) membedakan manusia dari hewan, meskipun antara manusia dan hewan banyak kemiripan terutama dari sifat biologisnya.

2.      Wujud Sifat Hakikat Manusia

A.    Kemampuan Menyadari Diri

Kaum rasionalis menunjuk kunci perbedaan manusia dengan hewan pada adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia. Berkat adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia, maka manusia menyadari dirinya (akunya) memiliki ciri khas atau karakteristik diri. Dengan ini manusia mampu membuat jarak (distansi) dengan lingkungannya.
Dengan ke arah luar, aku memandang dan menjadikan lingkungan sebagai objek, selanjutnya aku memanipulasi ke dalam lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya, dan hal ini sebagai gejala egoisme. Dengan ke arah dalam, aku member status kepada lingkungan (dalam hal ini kamu, dia, mereka) sebagai subjek yang berhadapan aku sebagai objek, yang isinya adalah pengabdian, pengorbanan, tenggang rasa dan sebagainya dan hal ini dipandang sebagai perbuatan terpuji.
Kemampuan puncak karakteristik manusia yang menjadikannya lebih unggul daripada hewan, membuat manusia mampu mengeksplorasi potensi-potensi yang ada pada dirinya, dan memahami potensi-potensi tersebut sebagai kekuatan yang dapat dikembangangkan sehingga dirinya dapat berkembang ke arah kesempurnaan diri, dan kenyataan ini memiliki implikasi pedagogis, yaitu keharusan pendidikan untuk menumbuhkembangkan kemampuan ini pada peserta didik, dengan kata lain pendidikan diri sendiri ini perlu mendapat perhatian serius oleh semua pendidik.

B.     Kemampuan Bereksistensi

Dengan keluar dari dirinya, dan membuat jarak antara aku dnegna dirinya sebagai objek dan melihat objek sebagai sesuatu, maka manusia mampu menembus atau menerobos dan mengatasi batas yang membelenggunya. Kemampuan ini termasuk menerobos ruang juga waktu. Kemampuan bereksistensi adalah kemampuan menempatkan diri dan menerobos.
Jika manusia tidak memiliki kebebasan atau kemampuan bereksistensi maka manusia itu tak lebih dari sekedar “esensi” atau tidak mampu “bereksistensi”. Kemampuan bereksistensi perlu dibina melalui pendidikan. Peserta didik diajar agar belajar dari pengalamannya, belajar mengantisipasi seseuatu keadaan atau peristiwa, belajar melihat prospek masa depan dari sesuatu, serta mengembangkan daya imajinasi kreatif sejak dari masa kanak-kanak

C.     Pemilikan Kata Hati

Kata hati atau consistence of man atau juga hati nurani, lubuk hati, suara hati, pelita hati. Consistence of man, ialah pengertian yang ikut serta, atau pengertian yang mengikut perbuatan. Manusia memiliki pengertian yang menyertai tentang apa yang akan, yang sedang dan yang telah diperbuatnya, bahkan mengerti juga akibatnya bagi manusia sebagai manusia.
Hati nurani menunjukkan bahwa kata hati itu adalah kemampuan pada diri manusia yang member penerangan tentang baik buruknya perbuatannya sebagai manusia.
Orang yang tidak memiliki pertimbangan dan kemampuan untuk mengambil keputusan tentang yang baik/benar dan yang buruk/salah ataupun kemampuan dalam mengambil keputusan tersebut hanya dari sudut pandangan tertentu dikatakan tidak tajam kata hatinya. Sedangkan orang yang memiliki kecerdasan akal budi sehingga mampu menganalisis dan mampu membedakan yang baik/benar dengan yang buruk/salah bagi manusia sebagai manusia disebut tajam kata hatinya.
Maka disimpulkan, kata hati adalah kemampuan membuat keputusan tentang yang baik/benar dan yang buruk/salah bagi manusia sebagai manusia.

D.    Moral

Jika kata hati diartikan sebagai bentuk pengertian yang menyertai perbuatan, maka moral adalah perbuatan itu sendiri. Seseorang yang berkata hati tajam belum tentu moralnya baik, karena masih dijembatani oleh kemauan seseorang merealisasikan kata hatinya.
Maka, moral yang sinkron dengan kata hati yang tajam yaitu yang benar-benar baik bagi manusia sebagai manusia merupakan modal baik atau moral yang tinggi (luhur).
Etika biasanya dibedakan dengan etiket. Jika etika mengarah ke perbuatan baik/benar ataukah yang buruk/salah, yang berperikemanusiaan atau yang jahat, maka etiket hanya berhubungan dengan sopan santun.

E.     Tanggung Jawab

Kesediaan menanggung segenap akibat dari perbuatan yang menuntut jawab merupakan sifat orang yang bertanggung jawab. Ada tanggung jawab terhadap diri sendiri yang menanggung tuntutan kata hati yang berakibat penyesalan, tanggung jawab kepada masyarakat yang menanggung tuntutan norma sosial dengan sanksi cemoohan masyarakat hingga hukuman penjara dan tanggung jawab kepada Tuhan yang menanggung tuntutan norma agama seperti dosa dan perasaan terkutuk.
Tanggung jawab dapat diartikan sebagai keberanian untuk menentukan bahwa suatu perbuatan harus sesuai dengan tuntutan kodrat manusia, dan bahwa hanya karena itu perbuatan tersebut dilakukan dan sanksipun dapat ditentukan, dan diterima dengan penuh kesadaran.

F.      Rasa Kebebasan

Merdeka adalah rasa bebas tetapi masih dengan tuntutan kodrat manusia. Kemerdekaan berlangsung dalam keterikatan, maksudnya bebas berbuat sepanjang tidka bertentangan dengan tuntutan kodrat manusia. Seseorang mengalami rasa merdeka apabila segenap perbuatannya ( moralnya) sesuai dengan apa yang dikatakan pleh kata hatinya, yaitu kata hati yang sesuai dengan tuntutan kodrat manusia, karena perbuatan seperti itu tidak sulit atau siap sedia dipertanggung jawabkan dan todak akan sedikitpun menimbulkan kekhawatiran.

G.    Kewajiban dan Hak

Kewajiban dan hak adalah dua macam gejala yang timbul sebagai adanya manifestasi dari manusia sebagai mahluk sosial. Jika ada seseorang mempunyai hak untuk menuntut sesuatu maka tentu ada pihak lain yang berkewajiban untuk memenuhi hak tersebut dan kewajiban ada oleh karena ada pihak lain yang harus dipenuhi haknya.
Manusia melaksanakan kewajiban karena dengan melaksanakan kewajiban, berarti meluhurkan diri sebagai manusia. Realisasi hak dan kewajiban bersifat relative, disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Pemenuhan hak dan pelaksanakan kewajiban bertalian dengan soal keadilan. Kemampuan menghayati kewajiban sebagai keniscayaan tidaklah lahir dengan sendirinya, melainkan dengan proses. Usaha menumbuhkembangkan rasa wajib sehingga dihayati sebagai suatu keniscayaan dapat ditempuh dengan pendidikan disiplin.
Disiplin meliputi 4 aspek yaitu.
a.       Disiplin rasional, bila dilanggar menimbulkan rasa bersalah
b.      Disiplin sosial, bila dilanggar menimbulkan rasa malu
c.       Disiplin afektif, bila dilanggar menimbulkan rasa gelisah
d.      Disiplin agama, bila dilanggar menimbulkan rasa berdosa

H.    Kemampuan Menghargai Kebahagiaan

Kebahagiaan adalah suatu istilah yang lahir dari kehidupan manusia. Sebagian orang menganggap orang yang mengalami rasa senang atau gembira dikatakan orang yang mengalami kebahagiaan. Sebagian lagi menganggap bahwa rasa senang hanya merupakan aspek dari kebahagiaan, sebab kebahagiaan seifatnya lebih permanen dari rasa senang yang lebih temporer. Pada saat orang menhayati kebahagiaan, aspek rasa lebih berperan daripada aspek nalar. Karenanya, dikatakan kebahagiaan sifatnya irasional.
Kepelikan terjadi bila kebahagiaan dipandang sebagai kondisi atau keadaan di samping sebagai suatu proses. Maka, kebahagiaan itu tidak terletak pada keadaaannya secara faktual, ataupun rangkaian prosesnya, maupun pada perasaaan yang diakibatkannya, tetapi terletak pada kesanggupan menghayati semuanya dengan keheningan jiwa, dan mendudukkan hal-hal tersebut di dalam rangkaian atau ikatan tiga hal hal yaitu usaha, norma dan takdir.
Usaha adalah perjuangan yang terus-menerus untuk mengatasi masalah hidup. Usaha harus bertumpu pada norma dan kaidah-kaidah. Hidup tenteram terlaksana dalam hidup tanpa tekanan. Takdir merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan dalam proses terjadinya kebahagiaan. Komponen takdir ini erat bertalian dengan komponen usaha. Kebahagiaan itu dapat diusahakan peningkatannya. Ada 2 hal yang perlu dikembangkan yaitu kemampuan berusaha dan kemampuan menghayati hasil usaha dan kaitannya dengna takdir.
Manusia adalah mahluk yang serba terhubung, dengan masyarakat, lingkungannya, dirinya sendiri dan Tuhan. Dalam krisis total manusia mengalami krisis hubungan dengan masyarakat, lingkungannya, dirinya sendiri dan Tuhan. Tidak ada pengenalan dan pemahaman yang seksama terhadap dengan apa atau siapa ia berhubungan. pendidikan memilki peranan penting sebagai wahana untuk mengjantar peserta didik mencapai kebahagiaan, yaitu dengan jalan membantu mereka meningkatkan kualitas hubungannya dengan dirinya, lingkungan dan Tuhannya.

I.2 DIMENSI-DIMENSI HAKIKAT MANUSIA SERTA POTENSI, KEUNIKAN DAN DINAMIKANYA

1.      Dimensi Keindividualan

Individu adalah “orang-seorang”, sesuatu yang merupakan suatu keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi (in devide), dan selanjutnya individu diartikan sebagai pribadi. Kesanggupan untuk memilikul tanggung jwab sendiri adalah ciri esensial dari adanya individualitas pada diri manusia. Setiap anak memiliki dorongan untuk mandiri yang sangat kuat, meskipun di sisi lain pada anak terdapat rasa tidak berdaya, sehingga memerlukan pihak lain (pendidik) yang dapat dijadikan tempat bergantung untuk memberi perlindungan dan bimbingan.
Kepribadian seseorang tidak akan terbentuk dengan semestinya sehingga seseorang tidak memiliki wana kepribadian yang khas sebagai miliknya. Pola pendidikan yang menghambat perkembangan individualitas dalam hubungan ini disebut dengan pendidikan yang patologis. Dalam pengembangan individualitas melalui pendidikan tidak dibenarkan jika pendidik memaksakan keinginannya pada subjek didik.

2.      Dimensi Kesosialan

Setiap orang dapat saling berkomunikasi yang pada hakikatnya di dalamnya terkandung unsur saling member dan menerima. Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tampak lebih jelas pada dorongan untuk bergaul. Dnegan adanya dorongan untuk bergaul, setiap orang ingin bertemu dengan sesamanya. Penjara merupakan hukuman paling berat bagi manusia, karena dorongan bergaul diputuskan dengan mutlak. Seseorang dapat mengembangkan kegemarannya, sikapnya dan cita-citanya di dalam interaksi dengan sesamanya. Seseorang berkesempatan untuk belajar dari orang lain, mengidentifikasi sifat-sifat yang dikagumi dari orang lain untuk dimilikinya, serta menolak sifat-sifat yang tidak dicocokinya.

3.      Dimensi Kesusilaan

Susila artinya kepantasan yang tinggi dan berkembang menjadi kebaikan yang lebih. Ada 2 istilah yang berkonotasi berbeda yaitu etiket dan etika. Jika etika dilanggar ada orang lain yang merasa dirugikan, dan bila etiket dilanggar orang lain hanya merasa tidak senang. Kesusilaan itu menyangkut etika dan etiket. Manusia susila sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai, menghayati dan melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam perbuatan. Terdapat 3 macam nilai-nilai tersebut yaitu nilai otonom yang bersifat individual, nilai heteronom yang bersifat kolektif dan nilai keagamaan yang berasal dari Tuhan.
Ada 2 hal yang kemudian muncul, yaitu kesadaran dan pemahaman terhadap nilai dan kesanggunpan melaksanakan nilai. Belum tentu orang yang memiliki kesadaran sanggup melaksanakannya. Terdapat kemampuan penalaran (kognitif) dan pelaksanaan (afektif) yang masing-masing memiliki kondisis berbeda. Pendidikan kesusilaan meliputi rentangan yang luas penggarapannya, mulai dari ranah kognitif, sampai afektif. Pendidikan kesusilaan berarti menanamkan kesadaran dan kesediaan melakukan kewajiban di samping menerima hak pada peserta didik.

4.      Dimensi Keberagamaan

Manusia adalah mahluk religius. Manusia menyandarkan dirinya pada agama untuk keselamatan hidupnya, dan agama adalah sandaran vertical bagi manusia. Manusia dapat menghayati agama melalui proses pendidikan agama. Penanaman sikap dan kebiasaan dalam beragama dimulai sedini mungkin, meskipun masih terbatas pada latihan kebiasaan. Pemerintah menanamkan program pendidikan agama mulai dari tingkat SD hingga perguruan tinggi. Mengembangkan kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan penganut kepercayaan perlu ditingkatkan, tidak hanya dengan pendidikan formal, juga dapat dilakukan dengan berbagai kegiatan nonformal dan informal.

I.3 PENGEMBANGAN DIMENSI HAKIKAT MANUSIA

1.      Pengembangan yang Utuh

Tingkat keutuhan perkembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh 2 faktor yaitu kualitas dimensi hakikat manusia itu sendiri secara potensial dan kualitas pendidikan yang disediakan untuk memberikan pelayanan atas perkembangannya. Kualitas dari hasil akhir pendidikan sebenarnya hasur dipulangkan kembali kepada peserta didik itu sendiri sebagai subjek sasaran pendidikan. Pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang sanggup menghantar subjek didik menjadi seperti dirinya sendiri selaku anggota masyarakat.

A.    Dari Wujud Dimensinya

Keutuhan terjadi antara aspek jasmani dan rohani, antara dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan, antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
Pengembangan aspek jasmaniah dan rohaniah dikatakan utuh jika keduanya mendapat pelayanan secara seimbang. Pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan dan keberagamaan dikatakan utuh jika semua dimensi tersebut mendapat layanan dengna baik tidak terjadi pengabaian terhadap salah satunya. Pengembangan domain kognitif, afektif dan psikomotor dikatakan utuh jika ketiganya mendapat pelayanan berimbang.

B.     Dari Arah Pengembangannya

Keutuhan pengembangan dimensi hakikat manusia dapat diarahkan kepada pengembangan dimesi keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan secara terpadu. Pengembangan yang berarah kosentris dari dimensi keindividualan, bermakna memperbaiki diri atau meningkatkan martabat dan sekaligus membuka jalan bertemunya suatu pribadi dengan pribadi lain. Pengembangan yang sehat terhadap dimensi kesosialan yang lazim disebut pengembangan horizontal membuka peluang ditingkatkannya hubungan sosial diantara manusia dan antara manusia dengan lingkungan fisik yang berarti memelihara kelestarian lingkungan di samping mengeksploitasinya. Pengembangan yang sehat dari dimensi kesusilaan akan menopang pengembangan dan pertemuan dimensi keindividualan dan kesosialan.
Pengembangan domain kognitif, afektif dan psikomotor disamping keselarasananya perlu diperhatikan arahnya yang dari jenjang rendah ke arah jenjang yang lebih tinggi dan disebut arah pengembangan vertikal.
Pengembangan dimensi hakikat manusia yang utuh diartikan sebagai pembinaan terpadu terhadap dimensi hakikat manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara selaras.

2.      Pengembangan yang Tidak Utuh

Jika ada unsur dimensi hakikat manusia yang terabaikan untuk ditangani, berakibat terbentuknya kepribadian yang pincang dan tidak mantap, dan disebut pengembangan yang patologis

I.4 SOSOK MANUSIA INDONESIA SEUTUHNYA

Sosok manusia Indonesia seutuhnya telah dirumuskan dalam GBHN mengenai arah pembangunan jangka panjang. Dinyatakan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan di dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangungan seluruh masyarakat Indonesia. Pembangunan itu merata di seluruh tanah air, bukan hanya untuk golongan atau sebagian masyarakat. Selanjutnya juga diartikan sebagai keselarasan hubungan manusia antara manusia dengan Tuhannya, antara sesama manusia, antara manusia dengan lingkungannya.

0 komentar:

Posting Komentar