Berbagai Kebijakan pemerintah yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan semakin sering dicanangkan.
Salah satunya yaitu pendidikan kesetaraan yang termasuk pendidikan non formal.
Pendidikan kesetaraan merupakan salah
satu dari pendidikan non formal adalah program yang menyelenggarakan pendidikan
umum setara SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA yang mencakup program Paket A, Paket B
dan Paket C. Penyetaraan hasil belajar pendidikan kesetaraan diatur oleh Pasal
26 ayat (6) UU Sisdiknas 20/2003: ”Pendidikan nonformal dapat dihargai setara
dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian
penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah
dengan mengacu pada standar nasional pendidikan”. Pendidikan nonformal berfungsi
sebagai pengganti, penambah dan pelengkap pendidikan formal dalam mendukung
pendidikan sepanjang hayat (life long education). Maka pelaksanaan jalur
pendidikan nonformal dapat menggantikan pendidikan formal dalam perluasan akses
pendidikan dasar dan menengah terutama bagi peserta didik yang tidak
berkesempatan mengikuti sekolah formal. Selain itu, pendidikan nonformal juga
berfungsi untuk mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada
penguasaan pengetahuan, keterampilan fungsional, dan pengembangan sikap serta
kepribadian profesional. Dengan demikian, pendidikan kesetaraan dihargai setara
dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian
penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah
dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (UU Sisdiknas 20/2003 pasal 26
ayat 1, 2 dan 6).
Program-program pendidikan nonformal yang dikembangkan saat
ini, menjadi persoalan yang menarik untuk ditelaah dan dianalisis terutama
karena berbagai konsep dan ciri-cirinya masih tetap menjadi perdebatan semua
orang. Perdebatan dan pengkajian yang muncul tersebut seiring dengan
perkembangan teknologi informasi serta kesadaran masyarakat akan tingkat
kebutuhan layanan pendidikan nonformal. Beberapa kajian yang sering muncul diantaranya
kondisi tenaga pendidik nonformal, model dan jenis pengelolaan kelompok belajar
pendidikan nonformal, kondisi sasaran didik, pengembangan kurikulum
pembelajaran pendidikan nonformal, tingkat putus sekolah (drop out) sasaran (warga belajar), model program pembelajaran,
model pengembangan materi pembelajaran, standarisasi, lembaga penyelenggara
pendidikan nonformal, lembaga pengembang model-model pembelajaran, partisipasi
masyarakat dan pemerintah, dan lain-lainnya. Namun hal yang paling sering
dibahas adalah kulitas pendidikan nonformal ini di mata masyarakat. Penegasan tentang pendidikan
kesetaraan melalui UU Sisdiknas 20/2003 ini penting untuk disosialisasikan pada
masyarakat. Sekalipun setiap peserta didik yang lulus ujian kesetaraan
khususnya untuk pendidikan dasar (program paket A dan paket B) mempunyai hak
eligibilitas yang sama dan setara dengan pemegang ijazah SD/MI dan SMP/MTs
untuk dapat mendaftar pada satuan pendidikan yang lebih tinggi. Namun kesan
yang muncul dari persepsi di masyarakat, tetap saja memandang rendah lulusan
pendidikan kesetaraan.
Standar isi sebagai salah satu produk dari PP Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan antara lain mengatur lingkup
materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
Standar Isi untuk pendidikan kesetaraan terdiri atas sejumlah mata pelajaran
yang sama dengan standar isi untuk pendidikan formal untuk kepentingan ujian
penyetaraan tingkat nasional; dan sejumlah mata pelajaran yang menekankan pada penguasaan
pengetahuan dan keterampilan fungsional
serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana mungkin
pendidikan kesetaraan untuk pendidikan dasar (program Paket A setara SD/MI dan
Paket B setara SMP/MTs) dapat memenuhi tuntutan PP No 19 Tahun 2005 ini jika
proses, sarana dan prasarana pembelajaran program Paket A setara SD/MI dan
Paket B setara SMP/MTs tidak sama dengan SD dan SMP pada umumnya. Inilah dilema
yang sesungguhnya terjadi. Artinya aturan yang dibuat tidak sesuai dengan
kondisi riil di lapangan. Sampai saat ini sebagian besar para Tutor Paket A dan
Paket B belum mengetahui tentang adanya KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan) termasuk di dalamnya pengertian standar isi.
Kalau demikian, dalam kondisi transisi ini, selain terus
melakukan sosialisasi, perlu dilakukan kajian tentang program-program lanjutan
yang sifatnya jangka pendek dan jangka panjang.
Membicarakan pendidikan nonformal
bukan berarti hanya membahas pendidikan nonformal sebagai sebuah pendidikan
alternatif bagi masyarakat, tetapi berbicara mengenai konsep, teori dan
kaidah-kaidah pendidikan yang utuh yang sesuai dengan kaidah-kaidah pendidikan
yang tidak dibatasi dengan waktu, usia, jenis kelamin, ras, kondisi sosial budaya,
ekonomi, agama dll. Pendidikan nonformal memiliki tugas yang sangat penting
dalam sistem pendidikan nasional. Tugas pendidikan nonformal adalah, sebagai
berikut; 1) membelajarkan warga belajar agar mereka memiliki dan mengembangkan keterampilan, pengetahuan,
sikap, nilai-nilai dan aspirasi untuk mengantisipasi kemungkinan perubahan masa
depan, 2) membelajarkan warga belajar agar mereka mampu meningkatkan dan
memanfaatkan sumber daya alam guna meningkatkan taraf hidupnya.
Untuk menunjang keberhasilan pendidikan
nonformal sebagai pendidikan yang menunjang sistem pendidikan nasional dalam
membantu permasalahan-permasalahan pendidikan masyarakat dan kebutuhan
masyarakat, maka dikenal lembaga pendidikan nonformal yang disebut dengan PKBM.
PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) sebagai salah satu pusat layanan
pendidikan masyarakat harus mampu memainkan peranan sebagai fasilitator yang
melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat. PKBM didefinisikan sebagai sebuah
model pelembagaan yang artinya bahwa PKBM sebagai basis pendidikan masyarakat,
dikelola secara profesional oleh LSM atau organisasi kemasyarakatan lainnya,
sehingga masyarakat dengan mudah dapat berhubungan dengan PKBM dan meminta
informasi tentang berbagai program pendidikan masyarakat, persyaratannya, dan
jadwal pelaksanaannya. Pelembagaan artinya menempatkan PKBM sebagai basis
penyelenggaraan program pendidikan masyarakat di tingkat operasional
(desa/kelurahan). Program pendidikan masyarakat yang selama ini terpisah-pisah
dan dilaksanakan di berbagai tempat seperti rumah penduduk, gedung sekolah,
balai desa, dan tempat lainnya serta berpindah-pindah dari satu tempat ke
tempat lainnya, diupayakan untuk dipusatkan di PKBM.
Ada beberapa hal yang menjadi
patokan dalam pengembangan PKBM seperti (a) kualitas sumberdaya manusia yang
mengusung program / pengelola, (b) kemampuan (kualitas, kompetensi) sumber
belajar (tutor,fasilitator) terutama kesesuaian dengan program, (c) fasilitas
pendukung program / sarana prasarana yang refresentatif sesuai dengan kebutuhan
program, (d) kemampuan bekerja sama dengan pihak-pihak tertentu (masyarakat,
pemerintah dan sumber-sumber lainnya),
(e) warga belajar yang berminat dan butuh dengan program yang
dikembangkan, (f) Partisipasi masyarakat dalam pengembangan program, (g) alat
kontrol (supervisi, monitoring dan evaluasi) program, (h) daya dukung lain
seperti model yang akan dikembangkan, materi, modul atau sumber lain yang
sesuai dengan kebutuhan pembelajaran dan sasaran didik, (i) anggaran untuk
mendukung program, (j) pemeliharaan program agar tetap eksis, (k) pengembangan
program ke depan.
Program yang dikembangkan oleh PKBM
disesuaikan dengan kesepakatan dan kebutuhan masyarakat yang berkaitan dengan
keberhasilan pembelajaran yang harus dicapai warga belajar diantaranya adalah;
1) kondisi warga belajar; 2) kondisi sumber belajar (tutor dan prasarana
lainnya); 3) daya dukung pemerintah, tokoh masyarakat, dan lembaga masyarakat
lainnya; dan 4) kemampuan kerjasama
dengan pihak lain dalam pengembangan program. Sehingga, sebagai salah
satu institusi Pendidikan Nonformal / pendidikan masyarakat dan wadah
pembelajaran dari, oleh dan untuk masyarakat, maka PKBM bersifat fleksibel dan
netral. PKBM disebut fleksibel antara lain karena ada peluang bagi masyarakat
untuk belajar apa saja sesuai dengan mereka butuhkan. Di PKBM masyarakat
dibawah bimbingan tutor dapat secara demokratis merancang kebutuhan belajar
mereka inginkan, seperti taman penitipan anak, kelompok bermain, kelompok
belajar usaha, keaksaraan fungsional, Paket A, Paket B, Paket C, kursus-kursus dan
keterampilan lainnya. Keberadaan PKBM memiliki potensi besar untuk dijadikan
basis koordinasi program-program pembelajaran di masyarakat. Terkumpulnya
tenaga-tenaga tutor, bahan-bahan belajar atau bacaan, dan sarana/prasarana keterampilan
di PKBM, merupakan daya pikat tersendiri bagi masyarakat untuk datang ke PKBM.
Dewasa ini, secara bertahap jumlah PKBM
terus bertambah seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan pembelajaran
masyarakat. Pesatnya perkembangan jumlah PKBM di berbagai daerah, ternyata
belum diikuti dengan peningkatan kualitas pengelolaannya, sehingga banyak yang
terkesan asal berdiri atau dipaksakan pembentukannya. Dimana dalam
pengoperasiannya sebuah PKBM, yang merupakan wadah kegiatan belajar, sering
tidak mampu mencapai sasaran pendidikan yang meliputi; 1) menciptakan
lingkungan yang kondusif untuk belajar; 2) menetapkan struktur organisasai
pengelola program belajar; 3) mengidentifikasikan kebutuhan belajar; 4)
merumuskan arah dan tujuan belajar; 5) menyusun pengembangan bahan belajar; 6)
melaksanakan kegiatan belajar; dan 7) melakukan penilaian.
PKBM yang tidak memiliki standar
mutu yang layak ini, merupakan permasalahan yang sangat vital. Karena PKBM
tidak akan mampu untuk menghasilkan lulusan-lulusan atau sumebr daya manusia
yang handal. Hal ini bukan akan membantu meningkatkan mutu pendidikan nasional,
tapi malah sebaliknya akan semakin membawa pendidikan kita ke titik yang paling
rendah.
Untuk memaksimalkan peran PKBM agar
benar-benar difungsikan sesuai dengan tujuan yaitu meningkatkan kualitas
pendidikan nasional, hendaknya pemerintah lebih selektif untuk memberikan
pengawasan serta melakukan kontrol pada setiap PKBM yang ada. Selain itu
pemerintah benar-benar memberikan aturan serta batasan-batasan yang jelas, yang
menjadi syarat mutlak untuk pendirian maupun pengembangan PKBM. Salah satunya
adalah pengelolaan PKBM didasarkan atas
delapan standar pendidikan nasional, baik standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar
pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar
pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
ada referensinya gak ya?
BalasHapus