Silahkan Klik

Rabu, 07 Maret 2012

Pendidikan Kesetaraan


Berbagai Kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan semakin sering dicanangkan. Salah satunya yaitu pendidikan kesetaraan yang termasuk pendidikan non formal.
Pendidikan kesetaraan merupakan salah satu dari pendidikan non formal adalah program yang menyelenggarakan pendidikan umum setara SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA yang mencakup program Paket A, Paket B dan Paket C. Penyetaraan hasil belajar pendidikan kesetaraan diatur oleh Pasal 26 ayat (6) UU Sisdiknas 20/2003: ”Pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan”. Pendidikan nonformal berfungsi sebagai pengganti, penambah dan pelengkap pendidikan formal dalam mendukung pendidikan sepanjang hayat (life long education). Maka pelaksanaan jalur pendidikan nonformal dapat menggantikan pendidikan formal dalam perluasan akses pendidikan dasar dan menengah terutama bagi peserta didik yang tidak berkesempatan mengikuti sekolah formal. Selain itu, pendidikan nonformal juga berfungsi untuk mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan fungsional, dan pengembangan sikap serta kepribadian profesional. Dengan demikian, pendidikan kesetaraan dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (UU Sisdiknas 20/2003 pasal 26 ayat 1, 2 dan 6).
Program-program pendidikan nonformal yang dikembangkan saat ini, menjadi persoalan yang menarik untuk ditelaah dan dianalisis terutama karena berbagai konsep dan ciri-cirinya masih tetap menjadi perdebatan semua orang. Perdebatan dan pengkajian yang muncul tersebut seiring dengan perkembangan teknologi informasi serta kesadaran masyarakat akan tingkat kebutuhan layanan pendidikan nonformal. Beberapa kajian yang sering muncul diantaranya kondisi tenaga pendidik nonformal, model dan jenis pengelolaan kelompok belajar pendidikan nonformal, kondisi sasaran didik, pengembangan kurikulum pembelajaran pendidikan nonformal, tingkat putus sekolah (drop out) sasaran (warga belajar), model program pembelajaran, model pengembangan materi pembelajaran, standarisasi, lembaga penyelenggara pendidikan nonformal, lembaga pengembang model-model pembelajaran, partisipasi masyarakat dan pemerintah, dan lain-lainnya. Namun hal yang paling sering dibahas adalah kulitas pendidikan nonformal ini di mata masyarakat. Penegasan tentang pendidikan kesetaraan melalui UU Sisdiknas 20/2003 ini penting untuk disosialisasikan pada masyarakat. Sekalipun setiap peserta didik yang lulus ujian kesetaraan khususnya untuk pendidikan dasar (program paket A dan paket B) mempunyai hak eligibilitas yang sama dan setara dengan pemegang ijazah SD/MI dan SMP/MTs untuk dapat mendaftar pada satuan pendidikan yang lebih tinggi. Namun kesan yang muncul dari persepsi di masyarakat, tetap saja memandang rendah lulusan pendidikan kesetaraan.
Standar isi sebagai salah satu produk dari PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan antara lain mengatur lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Standar Isi untuk pendidikan kesetaraan terdiri atas sejumlah mata pelajaran yang sama dengan standar isi untuk pendidikan formal untuk kepentingan ujian penyetaraan tingkat nasional; dan sejumlah mata pelajaran yang menekankan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan  fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana mungkin pendidikan kesetaraan untuk pendidikan dasar (program Paket A setara SD/MI dan Paket B setara SMP/MTs) dapat memenuhi tuntutan PP No 19 Tahun 2005 ini jika proses, sarana dan prasarana pembelajaran program Paket A setara SD/MI dan Paket B setara SMP/MTs tidak sama dengan SD dan SMP pada umumnya. Inilah dilema yang sesungguhnya terjadi. Artinya aturan yang dibuat tidak sesuai dengan kondisi riil di lapangan. Sampai saat ini sebagian besar para Tutor Paket A dan Paket B belum mengetahui tentang adanya KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) termasuk di dalamnya pengertian standar isi.
Kalau demikian, dalam kondisi transisi ini, selain terus melakukan sosialisasi, perlu dilakukan kajian tentang program-program lanjutan yang sifatnya jangka pendek dan jangka panjang.
Membicarakan pendidikan nonformal bukan berarti hanya membahas pendidikan nonformal sebagai sebuah pendidikan alternatif bagi masyarakat, tetapi berbicara mengenai konsep, teori dan kaidah-kaidah pendidikan yang utuh yang sesuai dengan kaidah-kaidah pendidikan yang tidak dibatasi dengan waktu, usia, jenis kelamin, ras, kondisi sosial budaya, ekonomi, agama dll. Pendidikan nonformal memiliki tugas yang sangat penting dalam sistem pendidikan nasional. Tugas pendidikan nonformal adalah, sebagai berikut; 1) membelajarkan warga belajar agar mereka memiliki  dan mengembangkan keterampilan, pengetahuan, sikap, nilai-nilai dan aspirasi untuk mengantisipasi kemungkinan perubahan masa depan, 2) membelajarkan warga belajar agar mereka mampu meningkatkan dan memanfaatkan sumber daya alam guna meningkatkan taraf hidupnya.
Untuk menunjang keberhasilan pendidikan nonformal sebagai pendidikan yang menunjang sistem pendidikan nasional dalam membantu permasalahan-permasalahan pendidikan masyarakat dan kebutuhan masyarakat, maka dikenal lembaga pendidikan nonformal yang disebut dengan PKBM. PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) sebagai salah satu pusat layanan pendidikan masyarakat harus mampu memainkan peranan sebagai fasilitator yang melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat. PKBM didefinisikan sebagai sebuah model pelembagaan yang artinya bahwa PKBM sebagai basis pendidikan masyarakat, dikelola secara profesional oleh LSM atau organisasi kemasyarakatan lainnya, sehingga masyarakat dengan mudah dapat berhubungan dengan PKBM dan meminta informasi tentang berbagai program pendidikan masyarakat, persyaratannya, dan jadwal pelaksanaannya. Pelembagaan artinya menempatkan PKBM sebagai basis penyelenggaraan program pendidikan masyarakat di tingkat operasional (desa/kelurahan). Program pendidikan masyarakat yang selama ini terpisah-pisah dan dilaksanakan di berbagai tempat seperti rumah penduduk, gedung sekolah, balai desa, dan tempat lainnya serta berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya, diupayakan untuk dipusatkan di PKBM.
Ada beberapa hal yang menjadi patokan dalam pengembangan PKBM seperti (a) kualitas sumberdaya manusia yang mengusung program / pengelola, (b) kemampuan (kualitas, kompetensi) sumber belajar (tutor,fasilitator) terutama kesesuaian dengan program, (c) fasilitas pendukung program / sarana prasarana yang refresentatif sesuai dengan kebutuhan program, (d) kemampuan bekerja sama dengan pihak-pihak tertentu (masyarakat, pemerintah dan sumber-sumber lainnya),  (e) warga belajar yang berminat dan butuh dengan program yang dikembangkan, (f) Partisipasi masyarakat dalam pengembangan program, (g) alat kontrol (supervisi, monitoring dan evaluasi) program, (h) daya dukung lain seperti model yang akan dikembangkan, materi, modul atau sumber lain yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran dan sasaran didik, (i) anggaran untuk mendukung program, (j) pemeliharaan program agar tetap eksis, (k) pengembangan program ke depan.
Program yang dikembangkan oleh PKBM disesuaikan dengan kesepakatan dan kebutuhan masyarakat yang berkaitan dengan keberhasilan pembelajaran yang harus dicapai warga belajar diantaranya adalah; 1) kondisi warga belajar; 2) kondisi sumber belajar (tutor dan prasarana lainnya); 3) daya dukung pemerintah, tokoh masyarakat, dan lembaga masyarakat lainnya; dan 4) kemampuan kerjasama  dengan pihak lain dalam pengembangan program. Sehingga, sebagai salah satu institusi Pendidikan Nonformal / pendidikan masyarakat dan wadah pembelajaran dari, oleh dan untuk masyarakat, maka PKBM bersifat fleksibel dan netral. PKBM disebut fleksibel antara lain karena ada peluang bagi masyarakat untuk belajar apa saja sesuai dengan mereka butuhkan. Di PKBM masyarakat dibawah bimbingan tutor dapat secara demokratis merancang kebutuhan belajar mereka inginkan, seperti taman penitipan anak, kelompok bermain, kelompok belajar usaha, keaksaraan fungsional, Paket A, Paket B, Paket C, kursus-kursus dan keterampilan lainnya. Keberadaan PKBM memiliki potensi besar untuk dijadikan basis koordinasi program-program pembelajaran di masyarakat. Terkumpulnya tenaga-tenaga tutor, bahan-bahan belajar atau bacaan, dan sarana/prasarana keterampilan di PKBM, merupakan daya pikat tersendiri bagi masyarakat untuk datang ke PKBM.
Dewasa ini, secara bertahap jumlah PKBM terus bertambah seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan pembelajaran masyarakat. Pesatnya perkembangan jumlah PKBM di berbagai daerah, ternyata belum diikuti dengan peningkatan kualitas pengelolaannya, sehingga banyak yang terkesan asal berdiri atau dipaksakan pembentukannya. Dimana dalam pengoperasiannya sebuah PKBM, yang merupakan wadah kegiatan belajar, sering tidak mampu mencapai sasaran pendidikan yang meliputi; 1) menciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar; 2) menetapkan struktur organisasai pengelola program belajar; 3) mengidentifikasikan kebutuhan belajar; 4) merumuskan arah dan tujuan belajar; 5) menyusun pengembangan bahan belajar; 6) melaksanakan kegiatan belajar; dan 7) melakukan penilaian.
PKBM yang tidak memiliki standar mutu yang layak ini, merupakan permasalahan yang sangat vital. Karena PKBM tidak akan mampu untuk menghasilkan lulusan-lulusan atau sumebr daya manusia yang handal. Hal ini bukan akan membantu meningkatkan mutu pendidikan nasional, tapi malah sebaliknya akan semakin membawa pendidikan kita ke titik yang paling rendah.
 Untuk memaksimalkan peran PKBM agar benar-benar difungsikan sesuai dengan tujuan yaitu meningkatkan kualitas pendidikan nasional, hendaknya pemerintah lebih selektif untuk memberikan pengawasan serta melakukan kontrol pada setiap PKBM yang ada. Selain itu pemerintah benar-benar memberikan aturan serta batasan-batasan yang jelas, yang menjadi syarat mutlak untuk pendirian maupun pengembangan PKBM. Salah satunya adalah  pengelolaan PKBM didasarkan atas delapan standar pendidikan nasional, baik standar isi, standar  proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.

1 komentar: