2.1
TesHasilBelajar
Istilah tes diambil dari
kata testum suatu pengertian dalam bahasa prancis kuno yang
berarti piring untuk menyisihkan logam-logam mulia. Adapula yang mengartikan
sebagai sebuah piring yang dibuat dari tanah.
Seorang ahli yang bernama
James MS.Cattel, pada tahun 1890 telah memperkenalkan pengertian tes ini pada
masyarakat melalui bukunya yang berjudul Mental test and measurement. Selanjutnya
diAmerika Serikat tes ini berkembang dengan cepat sehingga dalam tempo yang
tidak begitu lama masyarakat mulai menggunakanya.
Banyak ahli yang mulai
mengembangkan tes ini untuk berbagai bidang, namun yang terkenal adalah sebuah
tes intelejensi yang disusun oleh seorang perancis bernama Binet, yang kemudian
dibantu penyempurnaannya oleh Simon, sehingga tes tersebut di kenal sebagai tes
Binet-Simon ( 1904 ). dengan alat ini Binet dan Simon berusaha untuk
membeda-bedakan anak menurut tingkat intelegensinya. dari pekerjaan Binet dan
Simon inilah kemudian kita kenal istilah–istilah: umur kecerdasan ( Mental age
), umur kalender ( chronological age ), indeks kecerdasan ( intellegence
quotient ).
sebagai perkembanganya,
Yerkes di amerika serikat menyusun tes kelompok (group test) yang digunakan
untuk menyeleksi calon milliter sebanyak-banyaknya dalam waktu yang singkat
kerna diperlukan pada waktu perang dunia 1. test ini dikenal dengan nama Army
Alpha dan Army Betha.
didorong oleh munculnya
statistik dalam penganalisisan data dan informasi, maka akhirnya tes ini
digunakan dalam berbagai bidang seperti tes kemampuan dasar, tes kesalahan
pelatihan, tes keingatan, tes minat, tes sikap, dan sebagainya. yang tekenal
penggunaanya disekolah hanyalah tes prestasi belajar.
2.2
Prinsip-prinsipDasarTesHasilBelajar
Ada
beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan di dalam menyusun tes hasil
belajar agar tes tersebut benar-benar dapat mengukur tujuan pembelajaran yang
telah diajarkan, atau mengukur kemampuan dan atau keterampilan siswa yang
diharapkan setelah siswa menyelesaikan suatu unit pengajaran tertentu. Menurut
Purwanto (2004:23), prinsip-prinsip dasar tersebut adalah:
1. Tes tersebut hendaknya dapat mengukur secara
jelas hasil belajar (learning outcomes) yang telah ditetapkan sesuai
dengan tujuan instruksional. Jika tujuan tidak jelas, maka penilaian terhadap
hasil belajar pun tidak akan terarah sehingga akhirnya hasil penilaian tidak
mencerminkan isi pengetahuan atau keterampilan siswa yang sebenarnya. Dengan
kata lain, hasil penilaian menjadi tidak valid, yaitu tidak mengukur apa yang
sebenarnya harus diukur. Oleh karena itu, untuk dapat menyusun tes yang baik,
setiap guru harus dapat merumuskan kompetensi dasar dengan jelas, terutama
indikatornya sehingga memudahkan baginya dalam menyusun soal-soal tes yang
relevan untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi dasar yang telah
dirumuskannya.
2. Mengukur sampel yang representatif dari hasil
belajar dan bahan pelajaran yang telah diajarkan. Tes yang kita susun haruslah
mencakup soal-soal yang dianggap dapat mewakili seluruh performance hasil
belajar siswa, sesuai dengan kompetensi dasar yang telah dirumuskan. Untuk
dapat menyusun soalsoal tes yang benar-benar merupakan sampel yang
representatif dalam mengukur hasil belajar siswa, guru hendaknya terlebih
dahulu menyusun table spesifikasi atau kisi-kisi yang memuat standar kompetensi
atan kompetensi dasar dari bahan pelajaran yang telah diajarkan dan penentuan
jumlah serta jenis soal yang disesuaikan dengan kompetensi dasar dari setiap
standar kompetensi yang bersangkutan.
3. Mencakup bermacam-macam bentuk soal yang
benar-benar cocok untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan sesuai dengan
tujuan. Kita telah mempelajari bahwa tujuan pengajaran itu bermacam-macam
menurut jenis dan tingkat kesukarannya. Hasil belajar dari tiap-tiap topik
bahan pelajaran tidak selalu sama. Setiap jenis alat evaluasi dan setiap macam
bentuk soal hanya cocok untuk mengukur suatu jenis kemampuan tertentu. Oleh
karena itu, penyusunan suatu tes harus disesuaikan dengan jenis kemampuan hasil
belajar yang hendak diukur dengan tes tersebut.
4. Didesain sesuai dengan kegunaannya untuk
memperoleh hasil yang diinginkan. Dalam evaluasi pendidikan yang menyangkut
hasil belajar, kita mengenal ada empat macam kegunaan tes, yaitu: (1) tes untuk
penentuan penempatan siswa dalam suatu jenjang atau jenis program pendidikan
tertentu (placement test); (2) tes untuk mencari umpan balik guna
memperbaiki proses belajar mengajar bagi guru maupun siswa (test formatif);
tes untuk mengukur atau menilai sampai di mana pencapaian siswa terhadap bahan
pelajaran yang telah diajarkan, dan selanjutnya untuk menentukan kenaikan
tingkat atau kelulusan siswa yang bersangkutan (test sumatif); dan (4)
tes untuk mencari sebab-sebab kesulitan belajar siswa (test diagnostik).
5. Dibuat seandal (reliable) mungkin
sehingga mudah diinterpretasikan dengan baik. Suatu alat evaluasi dikatakan
andal (reliable) jika alat tersebut dapat menghasilkan suatu gambaran
(hasil pengukuran) yang benar-benar dapat dipercaya. Suatu tes dapat dikatakan
andal (memiliki keandalan yang tinggi) jika tes itu dilakukan berulang-ulang
terhadap objek yang sama, hasilnya akan tetap sama atau relatif sama.
6. Digunakan untuk mencari informasi yang berguna
untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru itu sendiri
(evaluasi formatif).
2.3
PersyaratanTes
Sebuah tes dapat dikatakan baik sebagai alat
pengukur bila memenuhi persyaratan tes. Adapun persyaratan tes yang baik adalah
valid,
reliable, objektif, praktis dan ekonomis.
Persyaratan tes yang paling utama adalah valid. Sebuah tes disebut valid
apabila tes itu dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur. Validitas yaitu
ketepatan mengukur yang dimiliki oleh sebutir item (yang merupakan bagian tak
terpisahkan dari tes sebagai suatu totalitas), dalam mengukur apa yang
seharusnya diukur lewat butir item tersebut (Sudijono, 2001:182).
Menurut SuharsimiArikunto (2002), persyaratan
tes yang baik adalah valid, reliable, objektif, praktis dan ekonomis.
1. Validitas
tes
Suharsimi Arikunto (2002)
menjelaskan terdapat empat bentuk validitas, yaitu: (1) Validitas isi, (2)
Validitas konstruksi, (3) Validitas yang ada sekarang, (4) Validitas prediksi.
Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila tes tersebut mengukur
tujuan tertentu sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan.
Sebuah tes dikatakan memiliki
validitas konstruksi apabila butir-butir soal yang membangun tes tersebut
mengukur tiap aspek berfikir seperti yang disebut dalam tujuan instruksional
khusus.
Adapun sebuah tes dikatakan memiliki
validitas ada sekarang (concurrent
validity) jika hasilnya sesuai dengan pengalaman. Sedang sebuah tes
dikatakan memiliki validitas prediksi atau validitas ramalan apabila mempunyai
kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang.
2. Reliabilitas
Suatu tes dapat dikatakan
mampu mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat
memberikan hasil yang tepat. Maka pengertian reliabilitas tes, berhubungan
dengan masalah ketetapan hasil tes.
Menurut Suharsimi Arikunto
(2002), untuk melakukan analisis reliabilitas suatu tes dapat digunakan
beberapa metodee yaitu: metode bentuk paralel (equivalen), metode tes ulang (test-retest-metod),
dan metode belah dua (splid-hal-metod).
Dengan demikian, untuk
memperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan syarat-syarat penilaian (valid
dan reliabel) maka pemilihan alat penilaian menjadi sangat penting. Hal
disebabkan karena kemampuan diri siswa yang akan diungkap ditentukan oleh alat
penilaian yang akan digunakan.
3. Objektivitas
Sebuah tes dikatakan memiliki
objektivitas apabila dalam pelaksanaan apabila dalam tes itu tidak ada faktor
subjektif yang mempengaruhi. Hal ini terjadi pada sistem pada sistem skoring.
Ada dua faktor yang
mempengaruhi subjektivitas dari suatu tes yaitu bentuk tes dan penilai.
a. Bentuk
tes
Tes yang berbentuk uraian
akan memberikan banyak kemungkinan kepada si pemakai untuk memberikan penilaian
menurut caranya sendiri. Dengan demikian maka hasil dari seorang siswa yang
mengerjakan soal-soal dari sebuah tes, akan dapat berbeda apabila dinilai oleh
dua orang penilai. Untuk menghindari masuknya unsur subjektivitas dari penilai,
maka sistenm skoringnya dapat dilakukan dengan membuat pedoman skoring terlebih
dahulu.
b. Penilaian
Subjektivitas dari penilai
akan dapat masuk karena secara agak leluasa terutama dalam tes bentuk uraian.
Faktor-faktor yang mempengaruhi subjektivitas yaitu kesan penilai terhadap
siswa, tulisan, waktu mengadakan penilaian, bahasa, kelelahan dan sebagainya.
Untuk menghindari masuknya unsur subjektivitas dalam pekerjaan penilaian, maka
penilaian harus dilaksanakan dengan pengingat pedoman. Pedoman yang dimaksud,
terutama menyangkut masalah pengadministrasian yaitu kontinuitas dan
komprehensivitas. Dengan penelitian yang kontinu (terus menerus) maka penilaian
akan memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang keadaan siswa. Adapun
komprehensif di sini mencakup keseluruhan materi, aspek berfikir (ingatan,
pemahaman, aplikasi dan sebagainya), dan berbagai cara tes (tertulis, lisan,
perbuatan dan sebagainya).
4. Praktibilitas
Sebuah tes disebut praktis
apabila mudah dilaksanakan, mudah pemeriksaannya, dan dilengkapi dengan
petunju-petunjuk yang jelas.
a. Mudah
dilaksanakan, misalnya tidak menuntut peralatan yang banyak dan memberi
kebebasan kepada siswa untuk mengerjakan terlebih dahulu bagian yang dianggap
mudah oleh siswa.
b. Mudah
memeriksanya artinya, bahwa tes itu dilengkapi dengan kunci jawaban dengan
pediman skoringnya.
c. Adapun
kelengkapan petunjuk suatu tes dimaksudkan agar tes tersebut dapat diberikan oleh
orang lain.
5. Ekonomis
Ekonomis di sini ialah bahwa
pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan biaya yang mahal, tenaga yang
banyak, dan waktu yang lama.
Usaha lain yang harus
dilakukan memastikan kualitas tes adalah dengan penganalisisan butir soal. Analisis
butir soal adalah suatu prosedur yang sistematis, yang akan memberikan
informasi-informasi yang sangat khusus terhadap butir soal yang kita susun
(Suharsimi Arikunto, 2002:205). Analisis butir soal bertujuan untuk
mengidentifikasi soal-soal yang baik, kurang baik, dan soal yang jelek. Ada
tiga cara dalam menganalisis butir soal, yaitu taraf kesukaran, daya pembeda
dan pola jawaban soal.
a. Taraf
kesukaran
Soal yang baik adalah soal
yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah
tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal
yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai
semangat untuk mencoba lagi karena diluar jangkauannya. Menurut ketentuan yang
sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan dengan TK 1,00 sanpai
0,30 adalah soal sukar, TK 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang, dan 0,70 sampai
1,00 adalah soal mudah.
b. Daya
pembeda
Daya pembeda adalah kemampuan
suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi)
dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah). Klasifkasi daya pembeda adalah
0,00 – 0,20 = jelek, 0,20 – 0,40 = cukup, 0,40 – 0,70 = baik, 0,70 – 1,00 =
baik sekali.
c. Pola
jawaban soal (Analisis Distraktor)
Pola
jawaban soal mengkaji distribusi peserta tes (tester) dalam hal menentukan
pilihan jawaban pada soal bentuk pilihan ganda. Pola jawaban soal diperoleh
dengan menghitung banyaknya tester yang memilih pilihan jawaban a,b,c atau r
atau tidak melilih jawaban manapun. Dari pola jawaban soal dapat ritentukan
apakah pengecoh (distraktor) berfungsi sebagai pengecoh dengan baik atau tidak.
Suatu distraktor dapat dikatakan berfungsi baik jika paling sedikait oleh 5%
pengikut tes (Suharsimi Arikunto.2002).
2.4
PengertianTesObjektif
Tes objektif adalah salah satu jenis tes hasil belajar yang
terdiri dari butir-butir soal (items) yang dapat dijawab oleh testee dengan
jalan memilih salah satu atau lebih jawaban di antara beberapa kemungkinan
jawaban yang telah dipasangkan pada masing-masing items, atau dengan jalan
menuliskan (mengisikan) jawaban berupa kata-kata atau simbol-simbol tertentu
pada tempat yang telah disediakan untuk masing-masing butir item yang
bersangkutan.
Tes pilihan ganda memiliki semua persyaratan sebagai tes yang
baik, yakni dilihat dari segi objektivitas, reliabilitas, dan daya pembeda
antara siswa yang berhasil dengan siswa yang gagal atau bodoh. Sebagian besar
guru merasakan bahwa tes objektif tipe pilihan ganda juga efektif dalam
mengungkap materi pembelajaran dengan cakupan pengetahuan yang lebih kompleks,
dengan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi.
2.5
Keunggulandankelemahantesobjektif
Keunggulan Tes Objektif
1.
Tes Objektif dapat
digunakan untuk mengukur proses berpikir rendah sampai dengan sedang (ingatan,
pemahaman, dan penerapan).
2.
Dengan menggunakan tes
objektif maka semua atau 2. Dengan
menggunakan tes objektif maka semua atau sebagian besar materi yang telah diajarkan
dapat ditanyakan saat ujian
3.
Dengan menggunakan tes
objektif maka pemberian skor pada setiap siswa dapat dilakukan dengan cepat,
tepat dan konsisten karena jawaban yang benar untuk setiap butir soal sudah
jelas dan pasti
4.
Dengan tes objektif
khususnya pilihan ganda, akan memungkinkan untuk dilakukan analisis butir soal.
5.
Tingkat kesukaran butir
soal dapat dikendalikan.
6.
Informasi yang
diperoleh dari tes objektif lebih kaya.
Kelemahan
Tes Objektif
1. Walaupun
tes objektif dapat digunakan untuk mengukur semua proses berpikir dalam ranah
kognitif mulai dari jenjang berpikir sederhana (ingatan) sampai dengan jenjang
berpikir tinggi (ingatan) sampai dengan
jenjang berpikir tinggi (kreasi), tetapi pada kenyataannya butir soal yang
diujikan kepada siswa atau mahasiswa kebanyakan hanya mengukur proses berpikir
rendah.
2. Membuat
pertanyaan tes objektif yang baik lebih sukar daripada membuat pertanyaan tes
uraian.
3. Kemampuan
anak dapat terganggu oleh kemampuannya dalam membaca dan menerka.
4. Anak
tidak dapat mengorganisasikan, menghubungkan, dan menyatakan idenya sendiri
karena semua alternatif jawaban untuk setiap pertanyaan sudah diberikan oleh
penulis soal.
2.6
Langkah-Langkah
Menyusun Soal
A. Mengumpulkan SAP(Satuan
Acara Pemblajaran)/GBPP (Garis Besar Program Pengajaran
Biasanya suatu sekolah
/ lembaga pendidikan telah mempunyai SAP/GBPP untuk setiap mata kuliah.
SAP/GBPP berisikan pokok-pokok bahasan
yang akan di ajarkan dalam satu semester. SAP/GBPP diperlukan pada waktu kita
membuat kisi-kisi soal agar soal yang di buat mewakili semua pokok bahasan yang ada
sehingga akhirnya dapat dilihat apakah tujuan pembelajaran tercapai atau
tidak.
B. Menyusun Kisi-Kisi Soal
Menyusun kisi-kisi
merupakan langkah awal yang harus dilakukan setiap kali menyusun tes dan
menulis soal. Dengan adanya kisi-kisi, penyusun soal dapat menghasilkantes yang
relative sama. Kisi-kisi tes adalah suatu format atau matrik yang memuat kreteria butir soal
yang diperlukan dalam menyusun tes. Oleh karena itu, kisi-kisi yang baik harus
memenuhi beberapa kareteria sebagai berikut:1) Dapat menggambarkan keterwakilan
isi kurikulum.2) Komponen yang membentuk
kisi-kisi harus jelas, rinci, dan mudah dipahami.3) Setiap indikator dapat di
tuliskan butir soalnya.
C. Menyusun Soal
1.
Soal dapat disusun
dalam bentuk tes objektif maupun tes esai. Sebagai bahasan dalam tulisan
ini penulis memilih bentuk tes objektif
dengan bentuk soal Tes Pilihan Ganda (TPG). Jumlah soal yang disusun harus
melebihi jumlah yang dibutuhkan. dan disusun sesuai kisi-kisi. Sukar atau
mudahnya suatu soal bukan semata-mata ditentukan oleh materi soal., akan tetapi
ditentukan juga oleh teknik penyusunannya.
Beberapa butir pernyataan yang
merupakan bagian pokok dalam pedoman
umum penulisan butir soal TPG adalah sebagai berikut : 1. Butir soal harus sesuai
dengan indikator.
2.
Pokok soal dan pilihan
jawaban harus di rumuskan secara jelas, singkat, padat,dantegas, sehingga
perumusan tersebut hanya mencakup pernyataan yang diperlukan saja.
3.
Pokok soal jangan
memberi petunjuk ke arah jawaban yang benar.
4.
Pokok soal dan pilihan
jawaban tidak mengandung pernyataan yang bersifatnegatif ganda.
5.
Pilihan jawaban yang
merupakan kunci jawaban harus menunjukan kebenaranmutlak dan terbaik.
6.
Pilihan jawaban harus
homogen dan logis secara materi dan bahasa.
7.
Panjang rumusan pilihan
jawaban harus relatif sama.
8.
Pilihan jawaban
sebaiknya jangan memakai bunyi “semua pilihan jawaban di atassalah “atau “semua
pilihan jawaban di atas benar”.
9.
Pilihan jawaban
berbentuk angka harus di susun berdasarkan urutan kecil ke besaratau
sebaliknya.
D. Melaksanakan Uji coba
tes
Agar memperoleh
soal/tes yang baik maka soal/test harus di uji coba terlebih dahulu dan
hasilnya dianalisis sehingga memenuhi
syarat-syarat tes yang baik. Peserta uji coba adalah mahasiswa yang mempunyai
status sama dengan peserta tes yang sebenarnya.
E. Membuat skor
Setelah soal diuji coba
maka selanjutnya di buat skor masing-masing mahasiswa. Bila mahasiswa menjawab
benar di beri skor 1, bila mahasiswa menjawab salah atau tidak
menjawab di beri skor 0. Semua skor yang di peroleh untuk setiap mahasiswa
ditabelkan
0 komentar:
Posting Komentar