Sumber: Djaman Satori, dkk. 2007. Profesi Keguruan. Jakarta: Universitas Terbuka.
Interaksi seorang guru dalam
melaksanakan tugas kependidikannya bukan hanya
terjadi antara guru dengan peserta didik, akan tetapi interaksi guru tersebut
terjadi juga dengan rekan sejawat, orang tua peserta didik, dan masyarakat. Dalam interaksi seperti itu, perbedaan pendapat, persepsi, harapan, dan perbedaan-perbedaan lainnya sulit
dihindari, apalagi pemikiran masyarakat di era demokratisasi ini semakin
kritis.
Dalam melaksanakan tugas kependidikannya, seorang
guru dihadapkan pada dua kepentingan
yaitu:
1.
sebagai seorang pribadi, ia harus melaksanakan tugasnya itu demi
kepentingannya sendiri,
2. sebagai
profesional ia melaksanakan tugas kependidikannya
itu semata-mata demi kepentingan peserta didik dan
masyarakat pengguna jasa.
Disadari atau tidak jabatan
guru adalah jabatan profesional. Sebagai jabatan profesional, jabatan ini memiliki kode etik
keguruan, yang menjadi pedoman
pelaksanaan tugas kependidikan seorang guru.
Kode etik inilah yang
menjawab bagaimana seharusnya seorang guru berinteraksi dengan peserta didik, rekan sejawat, orang tua peserta
didik, masyarakat, dan dengan pelaksanaan misi tugasnya itu sendiri.
Jika seorang guru berpedoman
kepada kode etik
guru dalam pelaksanaan tugas kependidikannya, maka bias atau masalah praktek
profesional sangat mungkin dapat dihindari sehingga keselarasan antara
kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat sangat mungkin dapat diwujudkan.
A. PENGERTIAN KODE ETIK
Secara etimologis, "kode etik" berarti
pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan
suatu kegiatan atau pekerjaan. Dengan kata lain, kode etik merupakan pola
aturan atau tata cara etis sebagai pedoman berperilaku.
Etis berarti sesuai dengan nilai-nilai, dan norma yang dianut oleh sekelompok orang atau masyarakat tertentu.
Dalam kaitannya dengan istilah profesi, kode etik merupakan tata cara atau aturan yang menjadi standar kegiatan anggota
suatu profesi. Gibson dan Mitchel (1995 : 449) menegaskan,
:a
code of ethics represents the profesional
values of a profession translated into standards of conduct for the
memberships.
(Suatu kode etik menggambarkan nilai-nilai
profesional suatu profesi yang
diterjemahkan ke dalam standar perilaku anggotanya}.
Inti nilai
profesional yaitu adanya sifat altruistis
dari seorang profesional, artinya mementingkan
kesejahteraan orang lain, dan lebih berorientasi pada pelayanan masyarakat umum. Jadi, nilai profesional
paling utama adalah keinginan untuk memberikan pengabdian kepada masyarakat.
Nilai profesional seperti di atas disebut juga
dengan istilah asas etis, yaitu
landasan-landasan berpijak sebagai penopang perilaku etis. Canadian Code of Ethics, yang sering juga dikemukakan para
ahli dengan istilah CCE (Chung, 1981)
mengemukakan empat asas etis, yaitu:
(1) respect
for the dignity of persons (menghargai harkat dan martabat manusia),
(2) responsible caring (kepedulian
yang bertanggung jawab)
(3) integrity in relationships (integritas dalam hubungan), dan
(4) responsibility to society (tanggung jawab kepada masyarakat).
Jika kode etik itu dijadikan standar aktivitas
anggota profesi, kode etik tersebut sekaligus sebagai pedoman (guidelines). Bahkan sebagai pedoman bagi masyarakat
untuk mengantisipasi terjadinya bias interaksi antara masyarakat dengan anggota profesi tersebut. Bias
interaksi tersebut merupakan
monopoli profesi, yaitu memanfaatkan kekuasaan dan hak-hak istimewa untuk melindungi kepentingan pribadi
yang bertentangan dengan kesejahteraan
masyarakat. Oleh karena itu, dapat dipahami jika Oteng
Sutisna (1986: 364) mendefinisikan kode etik sebagai seperangkat pedoman yang memaksa perilaku etis para anggota profesi.
Perangkat pedoman ini lebih
eksplisit, sistematis, dan mengikat.
Konvensi nasional Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI)-sekarang bernama Asosiasi
Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN)- ke-1 Tahun 1975 di Malang mendefinisikan kode etik sebagai ketentuan,
aturan, tata cara yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas dan aktivitas
suatu profesi. Pola, ketentuan, aturan tersebut seharusnya diikuti dan ditaati oleh setiap orang yang menyandang dan menjalankan profesi tersebut. Keharusan dalam definisi di atas
memperkuat suatu penafsiran bahwa
jika anggota profesi tidak berperilaku seperti apa yang tertera dalam kode etik maka konsekuensinya ia akan berhadapan
dengan sanksi. Paling tidak, sanksi dari masyarakat berupa lunturnya
kepercayaan masyarakat kepada profesi
itu bahkan sampai mengarah kepada hukuman pidana.
B. FUNGSI
KODE ETIK
0 komentar:
Posting Komentar