Silahkan Klik

Rabu, 07 Maret 2012

Kode Etik Keguruan dan Penerapannya



Sumber: Djaman Satori, dkk. 2007. Profesi Keguruan. Jakarta: Universitas Terbuka.


Interaksi seorang guru dalam melaksanakan tugas kependidikannya bukan hanya terjadi antara guru dengan peserta didik, akan tetapi interaksi guru tersebut terjadi juga dengan rekan sejawat, orang tua peserta didik, dan masyarakat. Dalam interaksi seperti itu, perbedaan pendapat, persepsi, harapan, dan perbedaan-perbedaan lainnya sulit dihindari, apalagi pemikiran masyarakat di era demokratisasi ini semakin kritis.

Dalam melaksanakan tugas kependidikannya, seorang guru dihadapkan pada dua kepentingan yaitu:
1.      sebagai seorang pribadi, ia harus melaksanakan tugasnya itu demi kepentingannya sendiri,
2.      sebagai profesional ia melaksanakan tugas kependidikannya itu semata-mata demi kepentingan peserta didik dan masyarakat pengguna jasa.

Disadari atau tidak jabatan guru adalah jabatan profesional. Sebagai jabatan profesional, jabatan ini memiliki kode etik keguruan, yang menjadi pedoman pelaksanaan tugas kependidikan seorang guru.
Kode etik inilah yang menjawab bagaimana seharusnya seorang guru berinteraksi dengan peserta didik, rekan sejawat, orang tua peserta didik, masyarakat, dan dengan pelaksanaan misi tugasnya itu sendiri.
Jika seorang guru berpedoman kepada kode etik guru dalam pelaksanaan tugas kependidikannya, maka bias atau masalah praktek profesional sangat mungkin dapat dihindari sehingga keselarasan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat sangat mungkin dapat diwujudkan.


A.   PENGERTIAN KODE ETIK

Secara etimologis, "kode etik" berarti pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Dengan kata lain, kode etik merupakan pola aturan atau tata cara etis sebagai pedoman berperilaku. Etis berarti sesuai dengan nilai-nilai, dan norma yang dianut oleh sekelompok orang atau masyarakat tertentu.
Dalam kaitannya dengan istilah profesi, kode etik merupakan tata cara atau aturan yang menjadi standar kegiatan anggota suatu profesi. Gibson dan Mitchel (1995 : 449) menegaskan,
:a code of ethics represents the profesional values of a profession translated into standards of conduct for the memberships.
(Suatu kode etik menggambarkan nilai-nilai profesional suatu profesi yang diterjemahkan ke dalam standar perilaku anggotanya}.

Inti nilai profesional yaitu adanya sifat altruistis dari seorang profesional, artinya mementingkan kesejahteraan orang lain, dan lebih berorientasi pada pelayanan masyarakat umum. Jadi, nilai profesional paling utama adalah keinginan untuk memberikan pengabdian kepada masyarakat.
Nilai profesional seperti di atas disebut juga dengan istilah asas etis, yaitu landasan-landasan berpijak sebagai penopang perilaku etis. Canadian Code of Ethics, yang sering juga dikemukakan para ahli dengan istilah CCE (Chung, 1981) mengemukakan empat asas etis, yaitu:
(1)  respect for the dignity of persons (menghargai harkat dan martabat manusia),
(2) responsible caring (kepedulian yang bertanggung jawab)
(3) integrity in relationships (integritas dalam hubungan), dan
(4) responsibility to society (tanggung jawab kepada masyarakat).

Jika kode etik itu dijadikan standar aktivitas anggota profesi, kode etik tersebut sekaligus sebagai pedoman (guidelines). Bahkan sebagai pedoman bagi masyarakat untuk mengantisipasi terjadinya bias interaksi antara masyarakat dengan anggota profesi tersebut. Bias interaksi tersebut merupakan monopoli profesi, yaitu memanfaatkan kekuasaan dan hak-hak istimewa untuk melindungi kepentingan pribadi yang bertentangan dengan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, dapat dipahami jika Oteng Sutisna (1986: 364) mendefinisikan kode etik sebagai seperangkat pedoman yang memaksa perilaku etis para anggota profesi. Perangkat pedoman ini lebih eksplisit, sistematis, dan mengikat.

Konvensi nasional Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI)-sekarang bernama Asosiasi  Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN)- ke-1 Tahun 1975 di Malang  mendefinisikan kode etik sebagai ketentuan, aturan, tata cara yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas dan aktivitas suatu profesi. Pola, ketentuan, aturan tersebut seharusnya diikuti dan ditaati oleh setiap orang yang menyandang dan menjalankan profesi tersebut. Keharusan dalam definisi di atas memperkuat suatu penafsiran bahwa jika anggota profesi tidak berperilaku seperti apa yang tertera dalam kode etik maka konsekuensinya ia akan berhadapan dengan sanksi. Paling tidak, sanksi dari masyarakat berupa lunturnya kepercayaan masyarakat kepada profesi itu bahkan sampai mengarah kepada hukuman pidana.

B.  FUNGSI KODE ETIK

0 komentar:

Posting Komentar