Silahkan Klik

Rabu, 07 Maret 2012

WAJIB BELAJAR 9 TAHUN


WAJIB BELAJAR 9 TAHUN

Pada umumnya, orang yakin bahwa dengan pendidikan umat manusia dapat memperoleh peningkatan dan kemajuan baik di bidang pegetahuan, kecakapan, maupun sikap dan moral. Suyanto (1993:9), memandang pendidikan sebagai sarana intervensi kehidupan dan agen pembaharu. Sedangkan Dedi Supriadi (1993:7), meyakininya sebagai instrumen untuk memperluas akses dan mobilitas sosial dalam masyarakat, baik vertikal maupun horizontal. Anggapan dan keyakinan seperti yang dikemukakan di atas akan semakin memantapkan dan memperkokoh arti pendidikan dalam upaya menciptakan peningkatan kualitas peserta didik atau yang lebih dikenal upaya pengembangan sumber daya manusia, terurama dalam era memasuki abad 21 yaitu abad globalisasi.
Memperhatikan peranan dan misi pendidikan bagi umat manusia ini. tidaklah berlebihan apabila pihak yang bertanggung jawab di bidang pendidikan menggantungkan harapannya pada sektor pendidikan dalam rangka mengembangkan dan mengoptimalkan segenap potensi individu supaya dapat berkembang secara maksimal. jadi sudah selayaknya apabila setiap warga negara mendapat kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan menurut kemampuan. (Dedi Supriadi, 1993:8).

A.    Gagasan Ki Hajar Dewantara yang dijadikan Acuan Wajar 9 Tahun
Ki Hajar Dewantara tokoh peduli pendidikan yang dengan serius berupaya menumbuhkan kembali tradisi kejayaan masa lampau negeri ini. Bersama dengan Perguruan Nasional Taman Siswa atau Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa. yang didirikannya pada tahun 1922.
Sebagai perguruan nasional, Taman Siswa mempunyai dasar sebagai berikut;
Visi:
Membangun manusia yang beriman dan bertaqwa , merdeka lahir dan batin, berpengetahuan agar menjadi masyarakat yang berguna bagi Nusa dan Bangsa.
Misi:
Menuju pada penguasaan :
• Prilaku iman dan taqwa (IMTAQ)
• Ilmu pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
• Penerangan Budi Pekerti (AKHLAK)
Tujuan murni pendidikan yang diinginkan Taman Siswa seperti termuat dalam Peraturan Besar Taman Siswa bab IV pasal 13 adalah membangun anak didik menjadi manusia yang merdeka lahir batin, luhur akal budinya, serta sehat jasmaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa, tanah air serta manusia pada umumnya.
Beberapa bagian-bagian Sekolah Taman Siswa :
1.      Taman Indriya (Taman Kanak-kanak) : umur 5-6 tahun
2.      Taman Anak (kelas I-III) : umur 6-10 tahun
3.      Taman Muda (kelas IV-VI) : umur 10-13 tahun
4.      Taman Dewasa (SMP) : umur 13 – 16 tahun
5.      Taman Madya (SMA)

Sebuah kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi rakyat Indonesia muncul sebagai bentuk perlawanan nonfisik atas penjajahan yang membelenggu Indonesia. Semua itu didedikasikan untuk memulihkan harkat dan martabat bangsa dan menghilangkan kebodohan, kekerdilan, dan feodalisme sebagai akibat nyata dari penjajahan. Tamansiswa mengajarkan “Konsep Tringa” yang terdiri dari ngerti (mengetahui), ngrasa (memahami) dan nglakoni (melakukan). Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang Pendidikan:
1.      Bagaimana warga masyarakat meneruskan warisan budaya kepada generasi berikutnya dan mempertahankan tatanan sosial.
2.      Pendidikan nasional harus berdasarkan pada garis hidup bangsanya dan ditujukan untuk keperluan perikehidupan, yang dapat mengangkat derajat negeri dan rakyatnya, sehingga berkedudukan sama dan pantas bekerjasama dengan bangsa lain untuk kemuliaan segenap manusia di seluruh dunia.
3.      Memberikan pengakuan akan pentingnya pendidikan budi pekerti.
Sistem Pendidikan Taman Siswa yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara merupakan sebuah pola pendidikan yang berusaha menyambungkan kembali benang merah kejayaan Indonesia pada masa lampau sehingga harkat dan martabat bangsa kita kembali terangkat. Ki Hajar Dewantara dalam usaha untuk mewujudkan cita-cita pendidikan, menggunakan sistem Tri Pusat Pendidikan dimana harus dilakukan kerjasama antara tiga pusat pendidikan yang ada yaitu perguruan atau lingkungan sekolah, keluarga dan lingkungan masyarakat. Dengan sistem seperti ini diharapkan setiap pusat pendidikan dapat saling mengisi kekurangan dalam proses pembelajaran. Setiap pusat pendidikan hendaknya juga memberikan kontrol dan menciptan lingkungan yang kondusif demi terbangunnya sistem pendidikan yang harmonis.
Pemerintah banyak belajar dari sistem yang diterapkan oleh Ki Hajar Dewantara, sistem pendidikan ini masih terus dikembangkan oleh pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Dari sistem ini pemerintah menjadikan acuan dalam program wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan sekarang, dimana setiap warga negara Indonesia diberikan kesempatan yang sama dalam mengenyam pendidikan. Dari usia 6 sampai 15 di kategorikan untuk mengikuti pendidikan setara SD dan SMP. Namun dalam penyuksesan program ini ada beberapa pihak yang harus bekerja sama yaitu seperti yang diterapkan oleh Ki Hajar Dewantara mengenai Tri Pusat pendidikan yaitu perguruan atau lingkungan sekolah, keluarga dan lingkungan masyarakat. Pemerintah sebagai penanggungjawab dalam program ini dan sekaligus memunculkan kebijakan-kebijakan baru agar program wajib belajar 9 tahun ini dapat berjalan dengan baik. Di lingkungan sekolah, sebagai pelaksana terjadi proses wajib belajar 9 tahun siap mengayomi siswa sehingga tercapainya tujuan pendidikan dan wajib belajar 9 tahun. Dan tidak kalah penting di lingkungan keluarga, sebagai pendorong minat peserta didik untuk mengikuti wajib belajar 9 tahun, sehingga peserta didik tidak terbebani dalam mengikuti proses belajar.

B.     Wajib Belajar 9 Tahun
Landasan pokok keberadaan sistem pendidikan nasional adalah UUD 45 Bab XIII, Pasal 31, ayat (1) Yang menyatakan bahwa: Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran. Hal ini mengandung implikasi bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu memberi kesempatan belajar yang seluas-luasnya kepada setiap warga negara. Dengan demikian, dalam penerimaan seseorang sebagai peserta didik, tidak dibenarkan adanya perlakuan yang berbeda yang didasarkan atas jenis kelarruin, agama, ras, suku, Tatar belakang sosial dan tingkat kemampuan ekonomi.
Dalam rangka memperluas kesempatan belajar pendidikan dasar, maka pada tanggal 2 Mel 1994 pemerintah mencanangkan program pendidikan wajib belajar 9 tahun. lebih lanjut dikemukakan bahwa tahap penting dalam pembangunan pendidikan adalah meningkatkan pendidikan wajib belajar 6 tahun menjadi 9 tahun. Pendidikan wajib belajar 9 tahun menganut konsepsi pendidikan semesta (universal basic education), yaitu suatu wawasan untuk membuka kesempatan pendidikan dasar. Jadi sasaran utamanya adalah menumbuhkan aspirasi pendidikan orang tua dan peserta didik yang telah cukup umur untuk mengikuti pendidikan, dengan maksud untuk meningkatkan produktivitas angkatan kerja secara makro.
Maksud utamanya adalah agar anak-anak memiliki kesempatan untuk terus belajar sampai dengan usia 15 tahun, dan sebagai landasan untuk belajar lebih lanjut baik dijenjang pendidikan lebih tinggi maupun di dunia kerja.
Wajib Belajar 9 Tahun merupakan salah satu program mewajibkan setiap warga negara untuk bersekolah selama 9 (sembilan) tahun pada jenjang pendidikan dasar, yaitu dari tingkat kelas 1 Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) hingga kelas 9 Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs). Ini ditujukan agar semua masyarakat Indonesia berhak mengenyam pendidikan yang layak dan membantu mengentaskan buta aksara.
Mengenai usia wajib belajar Pasal 6 ayat 1 UU No 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa: ”Setiap warga Negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Lebih lanjut Pasal 34 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Penyelenggaraan program wajib belajar pendidikan dasar merupakan bagian dari kebijakan pendidikan di Indonesia dalam mencapai pendidikan untuk semua.
Program wajib belajar 9 tahun ini merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan di Indonesia mengunakan konsep Taksonomi Bloom. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi domain, yaitu:
1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
2. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
3. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.
Beberapa istilah lain yang juga menggambarkan hal yang sama dengan ketiga domain tersebut di antaranya seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara , yaitu: cipta, rasa, dan karsa, yang dikenal dengan istilah ngerti (mengetahui), ngrasa (memahami) dan nglakoni (melakukan). Dengan penerapan konsep ini diharapkan setiap warga negara dapat mengembangkan dirinya lebih lanjut yang akhirnya mampu memilih dan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan potensi yang dimiliki, setiap warga negara mampu berperan serta dalani kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara, dan, memberikan jalan kepada siswa untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.

C.    Kendala yang terjadi dalam Menyukseskan Wajar 9 Tahun
Program wajib belajar 9 tahun masih belum dapat berjalan sesuai rencana, itu semua terjadi karena banyaknya kendala yang dihadapi dalam penyelenggaraannya. Adapun kendala dalam penyelenggaraan wajib belajar sembilan tahun, diantaranya:
1.      Belum semua anak usia wajib belajar 7 – 12 tahun dapat mengikuti pendidikan di sekolah dasar karena faktor kemiskinan, geografis dan komunitas terpencil;
2.      Anak usia wajib belajar belum memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan fasilitas belajar yang memadai. Anak-anak di pedesaan, pedalaman, atau terpencil belajar dengan fasilitas yang serba kekurangan, sebaliknya anak-anak di perkotaan fasilitas belajarnya relatif sudah memadai. Keadaan ini menimbulkan ketidakadilan dalam memperoleh pendidikan;
3.      Kekurangan guru di daerah pedalaman atau terpencil masih menjadi kendala bagi pelayanan proses pembelajaran;
4.      Kualitas guru dalam memberikan pendidikan masih bervariasi, ada guru yang sudah memadai, ada pula yang harus dikembangkan lagi ke arah yang lebih professional;
5.      Kemampuan guru untuk melakukan pembaharuan (inovasi) dalam proses pembelajaran masih lemah.
Sekarang dimasyarakat dengan ujian nasional (UN) bagi siswa sekolah dasar (SD) dirasakan sangat bertolak belakang dan dirasakan mengganggu program Wajar Sembilan Tahun yang tengah digalakkan oleh pemerintah. Sebab, UN bagi siswa SD itu kelak akan menimbulkan penurunan Angka Partisipasi Kasar (APK) di tingkat SMP. Dan juga pertimbangan kesenjangan yang sangat besar antara SD satu dengan SD lainnya. SD pastinya berada hampir di tiap desa, oleh karenanya perbedaan kualitas pasti juga relatif besar. Belajar dari UN tingkat SMP dan SMA lalu, kesenjangan di tingkat ini sudah begitu kentara, apalagi pada level SD. Sukses tidaknya seseorang tidak selamanya didukung oleh aspek kognitif saja. Mereka juga perlu diberi peningkatan life skill atau keterampilan hidup, khususnya bagi siswa di tingkat dasar dan menengah, yang nantinya dijadikan bekal baik diperguruan tinggi maupun didunia kerja” menurut anggota Komisi E DPRD Jateng lainnya, Dra Aisyah Dahlan.
Winarno secara pribadi juga menyesalkan adanya rencana UN SD. Sebab SD adalah bagian dari program wajib belajar 9 tahun, sehingga mestinya pemerintah berusaha menghilangkan setiap hal yang bisa menjadi kendala pelaksanaan program tersebut. Sebab bisa saja UN ini bakal menjadi kendala penuntasan Wajar 9 tahun. UN dirasa menjatuhkan siswa, karena memakai patokan dalam meluluskan siswa, melenceng dari tujuan pendidikan kita, yaitu mengunakan konsep Taksonomi Bloom. Ada tiga aspek yang digunakan sebagai hasil ketercapaian siswa dalam belajar, tidak hanya dengan melihat hasil UN yang berlangsung beberapa hari saja.

D.    Ketercapaian dan Upaya Pemerintah Menyukseskan Wajar 9 Tahun
Dilihat dari masalah-masalah dalam menyelenggarakan wajib belajar sembilan tahun, pemerintah bisa dikatakan belum sepenuhnya sekses dalam menjalankan program wajar 9 tahun ini. Terutama dalam masalah biaya pendidikan dan keadilan dalam memperoleh pendidikan. Dilihat dari tahun 2003 masih banyak anak usia sekolah yang tidak dapat mengikuti pendidikan, salah satu alasan rendahnya partisipasi pendidikan khususnya pada kelompok miskin adalah tingginya biaya pendidikan.
Pada bulan Juli 2005 diselenggarakan konsep sekolah gratis bagi siswa SD dan SMP dan sederajat. Namun pengertian gratis masih menjadi perdebatan. Gratis yang dimaksud bukan gratis untuk segalanya, namun gratis yang terbatas.
Penerapan wajib belajar 9 tahun juga belum bisa sepenuhnya bisa dinikmati seluruh masyarakat Indonesia khususnya bagi golongan kurang mampu. Bagaimana tidak? Seseorang yang berasal dari keluarga yang kurang mampu akan lebih memilih untuk bekerja membanting tulang hanya untuk memenuhi kebutuhan makannya saja ketimbang untuk bersekolah. Mereka menganggap bersekolah hanya membuang waktunya untuk mencari penghidupan.
Nanum pada tahun 2007 pemerintah memberikan kebijakan baru untuk mendukung program wajib belajar 9 tahun dan dunia pendidikan dengan memberikan Bantuan operasional sekolah (BOS). Sebagai bukti bahwa pemerintah sangat peduli dengan kualitas pendidikan bagi anak-anak bangsa. Ini juga merupakan bagian dari mensukseskan program wajib belajar 9 tahun. Pemerintah jelas ingin membantu warga dalam membiayai dana pendidikan anak-anak dari tingkat SD kelas satu sampai kelas 9 SMP.
Dana BOS bisa juga digunakan untuk :
1.      Penerimaan murid baru
2.      Pembelian buku pelajaran terutama untuk perpustakaan sekolah
3.      Pembelajaran pengayaan, ekskul misalnya.
4.      Membiayai kebutuhan ujian, atau ulangan harian, ulangan umum, remedial, dan lain-lain
5.      Pembelian bahan praktikum, dan peralatan ATK di kelas
6.      Pembayaran listrik, air dan telepon
7.      Biaya perawatan sekolah
8.      Membayar honorarium SDM honorer
9.      Peningkatan SDM pengajar 
·         Membantu dana transport anak miskin ke dan dari sekolah
·         Jika semua sudah terpenuhi, baru boleh digunakan untuk membeli alat peraga, media belajar dan furniture untuk sekolah.

Disamping itu, walaupun pemerintah telah menyediakan bantuan berupa dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), namun hal itu belum bisa membuat program wajar 9 tahun berjalan lancar. Yang menjadi kendala, buku pelajaran untuk mengikuti pendidikan masih terasa diberatkan. Di tambah lagi kurikulum yang terus diganti oleh pemerintah, otomatis buku pelajaran yang digunakan akan berubah hampir setiap tahunnya. Ini masih memberatkan bagi siswa yang kurang mampu untuk mengikuti proses belajar dengan baik. Di samping itu, faktor lain yang menghambap program ini dapat berjalan dengan baik adalah faktor geografis dimana anak yang berada di daerah terpencil kurang bisa mengenyam pendidikan karena sulitnya daerah yang dicapai. Ini yang harus dipikirkan pemerintah kedepannya agar semua anak di Indonesia bisa mendapatkan pendidikan yang sebagaimana mestinya.
Program ini juga belum sepenuhnya sempurna dilihat dari jangka umur yang diwajibkan dari umur 7 – 15 tahun, dirasakan anak SD dan SMP, yang tingkat kematangannya belum sempurna. Sehingga dianggap belum pantas dan siap untuk masuk kedunia kerja dan terjun kemasyarakat. Setelah di tingakt SMP diharapkan melanjutkan kembali ke SMA apabila ingin melanjutkan ke perguruan tinggi maupun ke SMK untuk mendapatkan keterampilan dan pengalaman kerja yang lebih. Ini menjadi tugas kita semua tidak hanya pemerintah, guna menciptakan SDM yang berkualitas.

E.     Kesimpulan
Untuk menciptakan individu yang cerdas, hendaknya dipikirkan metode yang baik untuk melaksanakan program pemerintah dalam segala aspek. Dilihat dari jangka umur yang diwajibkan pada wajib belajar 9tahun, dari umur 7 – 15 tahun, yang tingkat kematangannya belum sempurna dianggap belum pantas dan siap untuk masuk kedunia kerja dan terjun kemasyarakat
Selain itu, menurutPasal 6 ayat 1 UU No20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa: ”Setiapwarga Negara yang berusia tujuhs ampai lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Lebih lanjut Pasal 34 Undang-UndangNomor 20 Tahun2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
Dari paparan yang telah disampaikan, dapat disimpulkan upaya pemerintah untuk  menuntaskan wajib belajar 9 tahun dan meminimalisir buta aksara, belum tercapai secara optimal. Ini terbukti dengan : masih banyaknya anak-anak usia7 – 15 tahun  yang belum mendapat pendidikan yang layak dikarenakan biaya yang terbilang mahal.
1.      Belum semua anak usia wajib belajar 7 – 12 tahun dapat mengikuti pendidikan di sekolah dasar karena faktor kemiskinan, geografis dan komunitas terpencil;
2.      Anak usia wajib belajar belum memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan fasilitas belajar yang memadai. Anak-anak di pedesaan, pedalaman, atau terpencil belajar dengan fasilitas yang serba kekurangan, sebaliknya anak-anak di perkotaan fasilitas belajarnya relatif sudah memadai. Keadaan ini menimbulkan ketidakadilan dalam memperoleh pendidikan;
3.      Kekurangan guru di daerah pedalaman atau terpencil masih menjadi kendala bagi pelayanan proses pembelajaran;
4.      Kualitas guru dalam memberikan pendidikan masih bervariasi, ada guru yang sudah memadai, ada pula yang harus dikembangkan lagi ke arah yang lebih professional;
5.      Kemampuan guru untuk melakukan pembaharuan (inovasi) dalam proses pembelajaran masih lemah.

0 komentar:

Posting Komentar